The Sky is High

It's just a box of pieces of a puzzle about a small circle of friends. It's about the lives, the loves, and the hopes. One by one, part by part. Hung up in the sky along with prayers. Until each of them can fly higher by itself. The Sky the Rain the Rainbow the Sun the Moon. All are talking in their own way. Carving their small footsteps in the history of time. And now each of them can really fly higher by itself, and leave this house one by one...

Biasanya Hujan turun nyaris setiap hari di kost-an ku... Namun, musim kemarau sudah mulai mengetuk pintu. Mungkin karena itu pula, Hujan tidak dapat sesering dulu menemaniku...

Minggu lalu, Langitku sepertinya Hujan tiap hari. Aku sempat menginap di rumahnya dua kali, dan pada saat aku tidak di sana, dia yang menginap di tempatku. Nyaris tidak ada waktu untuk tidak bertemu. Kecuali, tentu saja, ketika kuliah atau aku sedang mengajar di tempat les kecil nan jauh itu.

Namun, minggu ini dunia rasanya terbalik. Seiring semakin meningkatnya temperatur dan menghilangnya air selama beberapa hari di kost-an, Hujanku pun seakan lenyap. Tidak, kami tidak bertengkar. Hari Sabtu dan Minggu kemarin dia harus tinggal di rumah karena orangtuanya sedang tidak ada. Sementara itu, tadinya aku pikir aku akan pergi ke suatu tempat dengan teman dua hari itu, sudah janji dari dua minggu lalu. Namun, ternyata teman itu sakit. Jadilah dua hari itu aku bersih-bersih, mencuci, dan mengerjakan tugas kuliah dalam sepi sendiri.

Ketika Senin tiba, aku pikir kami bisa bersama. Namun, ternyata ibunya masih harus mengurus sesuatu di luar kota, yang pulang hanya sang ayah karena harus masuk kerja. Jadilah Hujanku harus menjaga rumah hingga sang adik pulang sekolah, lalu secepatnya ke kampus, berharap tidak terlambat. Tidak ada waktu untuk singgah ke kost-an. Setelah pulang kuliah hari itu, ada seorang teman yang ikut mengunjungi kost-an, sekalian menunggui Hujan agar dapat naik kereta bersama. Jujur aku kecewa.

Hari Selasa, Langit kembali sendiri. Hujan tidak ada jadwal kuliah dan masih belum dapat meninggalkan rumah. Aku menghabiskan waktu dengan online gila-gilaan setelah kelas, dan setelah mengajar. Sebenarnya tidak ada juga yang dapat aku lakukan di dunia maya, selain mengunjungi blog orang tanpa tujuan pasti, dan chat: berharap namanya akan muncul di layar messenger sambil ngobrol menghabiskan waktu dengan orang yang aku kenal secara online. Sepi dan sendiri mulai meracuniku, dan aku belum ingin mati sehingga aku mencari cara agar tidak lagi merasa sendiri.

Hari ini pun tiba. Rabu. Biasanya dia ada kelas, namun minggu ini kelas itu dipindah menjadi hari Kamis. Aku berkunjung ke rumah Hujan siang ini. Radang tenggorokannya kambuh sejak semalam. Hari ini, adik perempuannya demam tinggi. Setelah ngobrol sejenak, aku tahu bahwa ibunya mungkin baru pulang hari Minggu dan tidak ada yang dapat menggantikannya menjaga dua orang adik. Timbullah kemungkinan bahwa dia harus bolos kuliah besok. Kecewa kembali menggurat hati, tetapi aku sadar, aku harus sabar. Tidak mungkin memaksanya untuk ke kampus demi bersamaku jika harus meninggalkan sang adik sendiri. Itu egois namanya.

Aku harus pulang ke rumah tante hari Sabtu dan Minggu ini. Maka, satu-satunya harapanku hanyalah hari Jumat. Aku akan mengajar hingga pukul setengah dua belas. Dia harus mengikuti sebuah pelatihan hingga siang. Adik laki-lakinya tidak sekolah sehingga dapat menggantikannya berada di rumah. Yah, hanya bisa berharap dan berdoa agar semuanya dapat berjalan sesuai harapan ku.

Bila Hujan terlalu lama menyerapi tanah di bumi dan tidak naik kembali ke Langit, kemarau mungkin akan kembali memanggil sepi dan sendiri untuk meracuni hari.


July 15th 2009
9.37 P.M.

In the living room