The Sky is High

It's just a box of pieces of a puzzle about a small circle of friends. It's about the lives, the loves, and the hopes. One by one, part by part. Hung up in the sky along with prayers. Until each of them can fly higher by itself. The Sky the Rain the Rainbow the Sun the Moon. All are talking in their own way. Carving their small footsteps in the history of time. And now each of them can really fly higher by itself, and leave this house one by one...


sudah berapa yang kamu rasakan, sayang?


ada dua hal yang nyata adanya tapi belum pernah kami tuliskan.

angin, yang pernah, tengah berhembus perlahan, meniup pelan diam-diam, mengikut alur riuh rendahnya hujan ketika turun, berhembus kencang dalam badai.

dan sekarang awan. awan-ku.

kali ini langit dan hujan berpembatas nyata. awan pembatasnya. awan menyelimuti langit, menutupi bulan, dalam mendung, dalam terik, beriringan, berarak.

ada awan diantara langit dan hujan.
ada abu-abu sekarang menggantung di hati kami.

awan. mengaduk-aduk rasa. menyenandungkan duka.

langit bernaung.
awan bersenandung.

dan tiap hembus nafas, langit bergerak mengambil jarak.
menjauh...

hujan, menggelayut diantara abu-abu.

kalau kemarin Sky yang bersalah, sekarang giliran aku. aku bukannya bermaksud balas dendam. but, things happened, we didn't predict it, we couldn't, or we didn't want to. benang merah yang aku ikatkan begitu dekat sekarang menegang kencang, semakin aku dekatkan, semakin tegang dan rasa-rasanya benang itu akan putus begitu saja dan melempar kami ke belakang, terpental, jauh, jatuh. maka aku dan dia, mengulur benang merah yang kami ikatkan bersama sejauh mungkin...

(ya, kami yang mengikatnya. jika direntang mungkin kalihan bisa melihat berapa simpul setelah benang merah itu putus, dan kami berkejaran menyimpul pita, menyimpul tali, menyimpul cinta, membalutnya)

kami mengulur benang merah itu sejauh-jauhnya.
Benang merah itu tetap menyatukan kami, tapi mungkin kali ini benang itu akan nyangkut di tiang listrik, terinjak orang yang lalu lalang, terselip diantara kancing baju, ataupun kusut. tetapi benang merah itu ada.

dia sudah berhenti berharap.
aku harus kembali kepada realita,
aku juga harus berhenti berharap,
kembali ke masa kini.


aku menjadi tuhan dengan huruf kecil. menjadi apa bagi inginku.


You said...

In between your tears, your sobbing...


"I know that this will happen...I know that we'll be back to the last few months..."


Of us arguing almost everytime...

Then, there's only one thing crossed my mind...


...If you've known that it will be like this, then why did you still do the same thing that can trigger it to happen...?


Sorry to talk to you harshly...I just can't help it...

Happy New Year...



December 31st, 2009
8.45 A.M.


Maaf, ya, Dear... Aku telat menulisnya...

Sudah lima belas, Dear... Sudah bosan belum...?
Aku sudah berubah banyak. Ya, kan? Semakin kasar katamu. Semakin temperamental dan tidak sabar kataku. Semakin mirip dengan diriku sebelum bertemu kamu...

Rindukah kamu dengan aku yang dulu?

Jelas iya, ya? Aku yang dulu lebih menarik, lebih menyenangkan, dan lebih menunjukkan kasih sayangku padamu, kan? Maka kamu selalu merindukan aku yang dulu... Tapi inilah aku, Sayang. Dengan segala ke"kini"anku.

Aku juga rindu kamu yang dulu, Sayang. Kamu yang selalu menggoda aku. Kamu yang selalu mencoba menarik perhatian aku. Kamu yang memiliki mata berbinar-binar saat menatap aku dan bicara denganku. Kamu yang selalu meng-sms aku. Kamu yang selalu senang tiap aku telepon. Kamu yang tegar.

Sekarang kamu lebih sering terlihat rapuh ketika memandangku. Matamu tidak lagi berbinar-binar, tetapi berkaca-kaca. Bahkan ketika aku diam. Kamu ingin aku menghubungimu ketika kita jauh. Namun, ketika aku hubungi, sepertinya aku hanya mengganggu. Kamu seringkali tengah sibuk atau harus melakukan sesuatu...

Jangan salah paham, Sayang. Aku sayang kamu. Masih cinta kamu. Hingga detik ini. Aku rindu kamu yang dulu. Namun, aku juga cinta kamu yang sekarang. Mungkin waktunya saja yang tidak tepat. Aku lelah dan sibuk ketika kamu ingin perhatian dan kasih. Kamu juga sibuk ketika aku mencoba memberi perhatian dan kasih. Hanya berharap kita bisa kembali menyelaraskan jam pasir dalam hati dan hubungan kita lagi...

Manusia tidak pernah mengerti manusia lain, Sayang. Manusia bahkan sulit mengerti akan dirinya sendiri. Manusia sebenarnya tidak pernah cocok. Apa yang terjadi adalah manusia berusaha mengerti, berusaha mencocokkan diri, berusaha saling mengalah dengan berbagai alasan. Mungkin itu yang kurang aku lakukan akhir-akhir ini. Mungkin itu yang harusnya kembali aku lakukan...

Sayang, lima belas bulan... Beberapa kali kita sempat beristirahat karena lelah berjalan. Sudah lelah lagikah kamu? Atau kamu hanya merindukan aku yang dulu? Mungkin kamu ingin berbalik ke jalan yang telah kita lewati untuk mencari aku yang dulu yang mungkin terserak di jalan?

Hatiku saat ini penuh gurat, Sayang. Gurat dari pembicaraan kita di telepon. Gurat dari chat kita semalam. Gurat dari membaca wall-mu dan wall-nya yang kamu buatkan... Gurat dari merenungi diriku sendiri yang tidak sempurna pun tidak sebaik yang kamu inginkan...

Ketika Luna sempat bertanya, "Kamu tidak cemburu?", aku berbohong jika mengatakan tidak. Karena setiap memikirkanmu yang begitu bersemangat menceritakan orang lain, hatiku sakit. Aku hanya berusaha memberi space bagimu untuk bernafas. Memberi kesempatan bagi matamu untuk kembali berbinar. Memberi waktu bagi suaramu untuk mengandung excitement. Ketika kamu berkomunikasi dengan dia... Orang yang katamu mirip aku yang dulu... Berusaha...namun tetap tidak bisa berhenti egois...

Lima belas bulan, Sayang... Aku percaya, masih percaya ketika kamu bilang kamu sayang aku dan kamu cinta aku. Namun, aku tidak ingin memaksamu untuk terus berjalan ketika kamu sudah terlalu lelah... Kita punya waktu satu bulan, Sayang. Setidaknya satu-dua minggu sampai kita bertemu lagi. Pikirkanlah kembali baik-baik. Aku ingin tahu, sebenarnya mana yang lebih kamu cintai: aku yang sekarang kah, atau aku yang dulu, namun kamu tidak bisa lepas karena semua kenangan kita...

Aku di sini. Menunggu. Berpikir.
Pernah, tengah, dan masih berharap bisa mencintaimu unconditionally...

Happy 15th Monthliversary, My Rain-Dear...
I love you.



December 29th, 2009
5.00 P.M.


Lima belas, tidak ada yang terjaga pada tengah malam buta karena kantuk lebih dulu menyergap gelap. Tidak lagi lilin yang ditiup padam, tidak ada perayaan, tidak ada lagi kali ini. Liburan membekukan jarak, dan kali ini, aku mencoba mencairkannya, dengan menulis lagi disini.

Tidak ada lagi lilin yang menerangi jalan kita, namun rumah kita tetap tidaklah redup, rumah kita jadi berwarna-warni; hitam, putih, merah, biru, ungu, kuning, abu-abu, jingga, magenta, dan segala warna yang belum pernah ada sebelumnya.

Ombak besar kemarin, pasti membuat lubang-lubang saat menghantam kapal ini. Karena kapal kami bukan bahtera Nuh. Kapal kita hanyalah bahtera cinta. Tapi apa yang kamu harapkan dari bahtera cinta, sayang? Pasak-pasak rindu, cemburu, justru yang harusnya memperkuat kapal kita.

Lima belas bukan angka yang banyak, namun bukuanlah waktu yang sebentar. Masih kudekap baumu, masih meresap baunya ke paru-paruku. Masih kurindu suaramu; berbisik, marah, menangis. Masih ingin kuraba setiap harinya lekuk wajahmu yang mengurus, cekungan mata karena begadang setiap malam. Aku masih begitu candu pada bibirmu, sentuhanmu, marahmu, tawamu, senyummu, gerakmu, langkahmu. Aku candu dan tidak bisa berhenti berlari pergi tanpa kembali dan kembali.

Lima belas bulan aku singgah di peronmu, stasiunku. Lima belas bulan aku terdiam terpaku. Kereta tidak pernah punya tujuan, karena setiap stasiun hanyalah pemberhentiannya. Namun, siapa yang mampu memisahkan kereta dengan stasiunnya?

Happy 15th anniversary sayang, hatiku masih terpaut di lorong-lorong stasiunmu


jika aku bisa menulis puisi lagi, kutulis seribu kata cinta yang kukirim lewat pekatnya udara.

dan seribu kata cinta yang kutulis,

"kata apa, sayang? seribu getar lembut kukecup tinta"

bersama harmonika dan gitar, yang tadi malam kamu mainkan

"nyanyi apa, dear? sejuta lagu cinta akan kupersembahkan malam ini"


pada hati, yang terserak di jalan

jika kau pungut satu, bolehkah ia meminta secolek cintamu?


beritahu aku luka, mengapa angka membuat ragu padahal luka menyayat begitu lama?

beritahu aku, mengapa ada senang ketika perih menerjang kencang?

beritahu aku, apakah harus bertahan pada luka nganga yang pelan diusap garam, ataukah harus lari mengejar sendiri?

rindu, rindu, aku takut sendiri berjalan di gelap malam

rindu, rindu, aku rindu suara meski teriakmu memekakkan telinga

rindu-rindu, aku rindu ada, meski aku benci luka

haruskah aku berlari sendiri sementara kau takut berdiri
atau menggenggam kembali luka, sambil menahan perih dan pedih air mata

haruskah aku percaya?

haruskah aku pergi jika harap hanyalah seperti selubung asap tipis, dan cinta adalah senapan mengarah jantung?

ibu, pada siapa aku bercerita, padamu yang tak bisa bibir ini berkata
ibu, aku mau pulang ke pangku tanpa luka-mu


Senang

Kalian mau datang

Senang

Dapat melihat kalian bersama

Kalian baik-baik saja

Saling bergandengan tangan (lagi)

Tertawa (lagi)

Bercanda (lagi)

Manis sekali

Senang

Saat kalian kembali memelukku

Menghapus perihku

Mengusir kembali sakitku

Meredam emosi dan marahku

Emosi dan marah yang kutujukan untuk kalian

Pada kalian

Senang

Tapi

Semua berubah

Tetap berbeda

Aku harus tahu diri

Aku harus sadar diri

Aku tetap sendiri

Tak boleh terlena

Tak boleh kembali pada kesalahan yang sama

Hanya boleh sekedar mampir

Hanya boleh sekedar berkunjung

Mungkin menginap sesekali

Tapi tak setiap hari

Karena itu rumah kalian

Bukan rumahku

Aku sudah temukan rumahku (mungkin)

Kesendirianku

Kesepianku

Tak bilang kalau aku kan selamanya disini

Tak bilang bahwa aku betah disini

Tapi (mungkin) ini lebih baik

Aku tak mau mengganggu lagi

Aku tak mau merusak lagi

Kalaupun harus rusak

Biarkan aku rusak diriku sendiri

Biarkan kurusak rumahku sendiri

Biarkan kurusak hatiku sendiri

Bukan kalian

Bukan rumah kalian

Bukan hati kalian


Aku duduk dalam kerumunan
Mereka kukenal

Sangat kenal

Dekat

Sangat dekat

Tapi kali ini

Asing

Sangat asing

Mereka tertawa

Aku diam

Mereka bercanda

Aku tetap tak bergeming

Diam merasakan keterasingan

Keterasingan yang sejenak terlupakan

Saat aku sejenak merasakan kebersamaan

Bersama mereka

Yang kini dengan telak meledakkan aku

Mementalkan aku

Pada kesadaran

Bahwa aku sendiri

Bahwa kesendirianku adalah tempatku

Rumahku

Yang sejenak kutinggalkan

Untuk menjambangi rumah mereka

Beringsut masuk rumah mereka

Menumpang rumah mereka

Kerasan di rumah mereka

Nyaman dengan tak tahu dirinya berada di rumah mereka

Rumah yang tak semestinya aku tinggali

Rumah yang tak semestinya aku jambangi hingga aku merasa kerasan dengan lancangnya

Kini aku kembali

Kini aku pulang

Ke rumahku

Gubukku tepatnya

Tempat tinggalku

Sendiri

Sepi



Why did you start it?

...Why did I start what?

Why did you start this circle...?


Pertanyaan Hujan berputar di otakku. Pertanyaan itu dilontarkannya setengah berbisik ketika kami tengah bertengkar malam tadi di depan Luna. Aku telah menjawabnya. Namun, hingga kini pertanyaan itu dan jawabannya masih berputar-putar di dalam benak.

Kenapa, ya? Pertanyaannya benar. Kenapa aku memulai lingkaran ini...? Kenapa aku mulai menjadi kanvas atas lukisan Tuhan yang mempertemukan dan menyatukan Hujan, Bulan, Matahari, dan Pelangi?


Maybe it's because the Sky itself is so lonely... She just realized that she's been by herself for so long and still by herself right now...


Dari Langit memang turun Hujan. Namun, jika diperhatikan lagi baik-baik, Hujan turun dari awan. Dia sebenarnya berada di awan...

Saat malam tiba, Bulan memang terlihat di Langit. Namun, siapapun yang pernah membaca tentang benda langit tahu bahwa Bulan sebenarnya terletak dan berevolusi di orbitnya yang berjarak jutaan tahun cahaya dari atmosfer bumi yang disebut Langit...

Pada saat-saat tertentu, Pelangi mungkin akan hadir menemani Langit. Namun, pada dasarnya Pelangi adalah pembiasan cahaya: akan segera hilang begitu titik-titik air di udara berkurang...


The Sky is so lonely... for so long... that the loneliness bites so hard and had eaten her heart...chewing it since a long time ago...

Maybe that's why she's so blue... She's so sad in her loneliness...

Maybe that's why she's so wide... She's still looking for anyone to accompany her...


Langit paling senang melihat manusia... Karena manusia selalu berusaha menyentuh Langit... Berusaha mencapainya. Berusaha meraihnya. Menjulurkan tangan ke atas, menggapai-gapai... Meskipun tahu tak akan pernah sampai...


Have you ask me, whether you can borrow my girlfriend or not?
Did i say i lend her for you?

Then why did you take her?


and this is suck, i just can't say it!


jealousy is this simple, isn't it?


akh, aku lupa... sekarang kan global warming.
matahari menyala-nyala panas.
ekornya menghantam.

akh, aku lupa. anak kucing liar penuh luka yang kami temukan di jalan penuh debu, dan bermain bersama kami dalam perawatan yang kami usahakan sempurna, kini mulai mencakar sofa -dan hati kami-

akh, matahari bukan milik rumah kami lagi. Matahari pindah ke blok sebelah sana, jauh sekali dari rumah kami.

hanya hujan, bulan, langit, dan pelangi.
menyenandungkan lagu yang sama.

pada suatu ketika, aku datang, sebagai hujan yang mencari terik, mencari panas agar aku menguap.

tapi akh, ekornya menghantam pipiku, dan memukulku keras-keras, senyumnya menggores.
aku pulang sambil menangis, miris. hujan turun deras, makanya akhir-akhir ini sering ada badai.

bulan kesal, pelangi juga, langit murka.

maka kami tak peduli lagi, aku berusaha tak peduli, tapi tak bisa.

kuletakkan kunci itu di tangannya, dan aku pergi.
aku tak mau dengar, tak sanggup dengar.

tapi aku mau, rumahku, rumah ini, dan isinya, dan kami... bahagia...

maka dilepaskan kucing yang mulai menggigit itu kembali ke habitatnya.
Jalanan kasar, selokan, dan kembali luka-luka.

karena, aku juga terluka, matahari
kami terluka, Dimii

selamat tinggal, Dimii
selamat pergi mencari rumah lain yang kamu kehendaki.


hujan, hujan, hujan turun deras.
badai, badai, aku bisa mencium wangi angin badai.

dan kali ini, petir, petir, petir menyambar -mu-


akhir-akhir ini lagi pengen nakal. (>_<)' setelah diberitakan kalau aku dan sky adalah gossip kedua terpanas di kampus, aku jadi berlonjak-lonjak kegirangan eh? salah ya? tenang... tidak juga... setahun lebih kami berdua bersama. berusaha menutup-nutupi semuanya dengan cara sembunyi-sembunyi

whooz
...tetap saja daun pintu dan jendela bersuara...keras...nyaring..

aku gerah, lalu aku berubah jadi power ranger! nggak juga sih, aku berubah dengan cara yang luar biasa. SHOW OFF!
what? mau coming out, ya? nggak juga, kok. aku menyadari sebuah pola yang sangat judgemental disini. di latar belakang budaya kita.

mau tau contohnya?

couple pegangan tangan = so sweet...

couple ciuman = euwh... apaan sih mereka?


yang gampangnya aja deh!
pernahkan bilang ke mama dan papa, langsung ke hadapan mereka "love you, mom//love you, dad" dan peluk mereka erat-erat?

maka baliklah teori kecil tersebut dalam kehidupan nyata.
gandengan di kampus, senderan, makan suap-suapan, cium pipi kanan-kiri, bilang sayang, tatapan mata mesra yang berusaha aku ekspos di kampus adalah caranya! tidak ada yang akan bisik-bisik di belakang, buat mereka bertanya-tanya sepuasnya, tapi tidak usah mengiyakan!

biarkan mereka puas dengan pertanyaan dan jawaban mereka sendiri
buat mereka bingung dengan konsep pertemanan, buat mereka bingung dengan konsep cinta, buat mereka bingung dengan konsep perhatian. ketika mereka bertanya, tersenyumlah, tertawalah, dan buatlah hal itu menjadi reward selama ini. maka entah bagaimana, mereka akan diam, menikmati konsep orang lain dengan lebih terbuka, membuka pikiran mereka, dan menggangguk mengerti.

hahaha... meskipun pasti banyak orang yang akan protes, mungkin mereka hanya akan protes karena aku
PDA (Public Display of Affection) tapi dengarkan pelan-pelan, mereka akan mengakui kalau mereka iri, mereka iri, atas kedekatan yang demikian, atas perhatian yang sedemikian rupa, mereka bertanya, kepada diri mereka sendiri.

dan terakhir, buktikan kalau kamu, kalian, mampu, mempunyai nilai lebih diantara mereka.
supaya nggak ada judgement terbalik tentunya!!

"dia deket sama A, dia pinter kok, si A juga"

akan jauhhhhhhhhhhhhh lebih baik daripada


"sejak deket sama A, nilai dia turun. jangan-jangan karena..."
hmmm.. intinya, spread out love!
bantuin cupid menyebar cinta!


oh, iya... add kami di Yahoo Messenger ya!

the_sky_15_high@yahoo.com

terutama buat jean_piaget yang sangat berdosa membuat saya penasaran

love you all, our lovely friends, our readers...

xoxo -hujan-



Water lily, mengapung-apung di sebuah kolam kecil nan cantik

mekar perlahan diantara air, kuncup-kuncupnya semerbak...

2 bunga lily, bermain air...

menjejak, menciprat, tertawa, berlarian...

teperangah!



satu bunga lily mengapung-apung di atas air...kuncupnya mekar perlahan... mekar diantara 2..

kuncup menguncup, minta di cup...

cup!

dua - tiga bunga lily bermekaran di sebuah kolam

di depan kolam rumah kami...

satu bunga lily, kuncup hendak mekar, mekar masih menguncup minta di cup!
berdiri diantara menjulang matahari setingginya...



>Luna, sudah nih...


Jujur, awalnya aku ingin menulis Tidak Ada Empat Belas karena memang tidak ada. Hitungan tanggalan antara aku dan Hujan membeku pada tiga belas bulan sekian hari. Kenapa? Sama sekali bukan salah Hujan. Salah Langit, tidak bisa sendiri, dan selalu merasa sepi. Aku mencintai Hujan dan menyayangi Luna. Pada satu titik, kata-kata berubah martil yang memecah bola kaca yang melingkupi Hujan dan aku. Tetap masih ada aku dan kamu. Tidak ada lagi kita.

Bukan. Ini tidak seperti apa yang mungkin ada di pikiran kalian. Kami tidak berpisah. Kami masih melewati hari-hari bersama. Masih saling menggenggam jemari saat berjalan berdua. Masih bersandar satu sama lain saat lelah. Masih tidur bersisian. Masih saling memeluk tak ingin kehilangan. Masih saling mengecup selamat tidur. Masih saling mencinta...

Namun, tanpa status pacar saja.

Ya. Kami break. Sejak tanggal 19 November malam. A "break" without "up", kata Luna. Aku juga masih berharap begitu. Masih berharap bahwa pada suatu titik yang lain nantinya, kami bisa kembali.

Kami sudah baikan. Hanya saja belum balikan. Mungkin untuk sementara memang lebih baik begini saja. Untuk sementara. Aku dan Hujan sedang berusaha menata hati masing-masing. Aku ternyata tidak bisa ikhlas membiarkan dia dekat dengan orang lain ketika masih ada status, begitu pun dia. Bukan berarti saat ini semua itu serta-merta berubah. Hanya saja, kami sedang berusaha semakin melapangkan dada.

Beberapa hari yang lalu, aku sempat berkata pada Hujan,

"Tidak akan ada empat belas, dong, ya...di blog."
"Kenapa?" tanyanya, "Memangnya semua itu cuma dihitung karena kita pacaran? Aku pikir hitungannya adalah saat-saat kita bersama."

Aku saat itu, dan saat ini, tersenyum. Benar. Kami masih bersama. Masih saling mencinta. Masih saling berbagi waktu dan kisah. Tidak cukupkah hal itu untuk melahirkan sebuah tulisan? Tak cukupkah alasan itu untuk tetap merayakan?

Thank you, Dear.
Happy 14th monthliversary...
I was, am, and hopefully will always be loving you...


November 26th, 2009
12.57 P.M.


Aku tidak tahu harus mulai cerita dari mana...
Mungkin dari kejadian tadi malam saja...

Setelah lama tidak bisa bersantai karena bertumpuknya tugas dan urusan kepanitiaan, akhirnya aku dan Hujan punya waktu untuk jalan-jalan berdua lagi tadi malam. Kami pergi ke sebuah fotobox kecil di mall, makan, dan pulang, dengan rencana menonton dvd August Rush bersama di laptop.

Namun, setelah Hujan selesai mandi dan kami sudah menyalakan laptop, bersiap nonton, aku hanya bisa bengong... Plastik berisi kepingan dvd yang belum aku tonton sama sekali hilang... Aku selalu meletakkannya di rak buku dan tidak membawanya ke mana-mana. Jadi, harusnya sekarang semua dvd itu ada di sana. Akan tetapi, pada kenyataannya, tidak satupun dari kepingan itu meninggalkan jejak di sana...

Hujan dan aku sama-sama bingung. Dan kesal, tentu saja. Sebab, selain berkeping-keping dvd yang belum ditonton, di plastik yang raib itu juga ada beberapa keping dvd pesanan orang yang dikembalikan karena ternyata salah film dan dua judul dvd titipan Abang Arie Gere yang belum sempat aku kirim hingga hari ini. Kesal. Sangat. Terutama karena semua dvd itu sengaja aku beli di tempat yang jauh karena sulit ditemukan di tempat lain.

Kekesalan itu langsung kami tujukan ke teman sekamarku yang sudah beberapa hari tidak pernah terlihat di kost-an. Tuduhan itu didasari oleh beberapa alasan. Satu, yang memegang kunci kamar hanya aku dan dia. Dengan demikian, tidak ada orang lain yang bisa memindahkan barang-barang di kamar kami kecuali aku dan dia. Hujan juga tidak pernah menyentuh plastik dvd itu sama sekali. Dua, ada satu atau dua judul dvd yang tergeletak di rak dan bukan di dalam plastik, tapi dvd itu juga ikut raib. Oleh karena itu aku berhipotesis bahwa dvd itu memang sengaja diambil, bukan tidak sengaja terbawa sebab jika terbawa tanpa sengaja, satu atau dua judul yang bukan di dalam plastik itu tentu akan tertinggal. Tiga, beberapa minggu yang lalu dia pernah meminta tolong aku membeli sejumlah judul dvd (yang hingga kini belum dibayar) dan plastik dvd punya dia yang sebelumnya ada di rak yang sama juga tidak ada. Namun, saat ditelepon oleh Hujan, dia mengaku tidak tahu tentang dvd ku meskipun dia memang mengaku membawa pulang punyanya.

Aku kesal. Kesal sekali. Hujan apalagi. Bukan hanya karena masalah dvd itu.

Beberapa waktu yang lalu, teman sekamarku pernah menangis, mengaku dompetnya hilang. Katanya, semua atm, ktp, dan uangnya yang tersisa ada dalam dompet itu. Lalu, dia juga sempat meminta nomor rekening aku dengan alasan abangnya mau mengirim uang dan dari rekening abangnya, tidak bisa mengirim ke bank tempat rekeningnya berada. Namun, malam tadi, Hujan menunjukkan padaku bahwa dua buah dompet si teman ternyata ada di kamar, baik-baik saja, meskipun sama sekali tidak berisi uang. Hujan tahu karena sempat melihat ketika mau mengambil sebuah cincin yang pernah dia titipkan ke teman itu. Kalaupun benar dia kehilangan dompet lain yang bukan salah satu dari kedua dompet tersebut, lantas kenapa ktp Jakarta yang katanya hilang masih ada dalam dompet?

Selain itu, di dalam dompet yang ditunjukkan Hujan, sebelum dikembalikan lagi ke tempatnya, terdapat dua buah kartu atm, dan salah satunya berasal dari bank yang sama dengan bank tempat rekeningku berada. Lalu, kenapa dia harus meminta nomor rekeningku jika abangnya mau mengirim uang? Hingga hari ini, uang yang sudah aku pinjamkan padanya, yang tadinya akan diganti dengan kiriman dari abangnya itu, belum masuk ke rekeningku...

Kecurigaan kami terhadap keanehan teman sekamarku sebenarnya telah tumbuh sejak beberapa bulan yang lalu. Aku sekamar dengannya sejak sekitar bulan Juni, setelah teman sekamarku yang terdahulu pindah ke kost-an yang lebih dekat dengan letak fakultasnya. Sekitar satu-dua bulan setelah kami tinggal sekamar, aku dan Hujan sempat beberapa kali kehilangan uang, baik yang tersimpan rapi di dalam dompet, maupun yang ditabung pada celengan plastik di dalam lemari pakaian. Namun, kami mencoba menjauhkan prasangka buruk karena sama sekali tidak memiliki bukti.

Namun, malam ini, I've had it. Setelah Hujan menunjukkan dompet si teman sekamar yang katanya hilang tetapi nyatanya ada, kami memeriksa beberapa barang milik si teman yang ada di dalam kamar. Apa yang kami temukan? Tiga lembar gambar yang sengaja aku buat untuk Hujan dan tadinya ada di dalam binder yang Hujan pakai semester lalu ternyata malah kami temukan di dalam binder-nya! Sebuah sketch book berisi gambar yang kubuat dengan pensil arang dan tadinya akan diikutsertakan dalam lomba, ternyata ada di dalam ranselnya yang lain! Mengambil uang sih masih masuk di akal. Akan tetapi, bahkan kertas berisi gambar, pun? Sebenarnya orang itu kenapa, sih?

Sayangnya, aku merasa tidak bisa berkonfrontasi dengannya secara langsung. Rasanya, tidak mungkin dia tidak sadar akan hubunganku dengan Hujan. Mungkin dia hanya pura-pura tidak tahu saja. Well, jika binder Hujan yang terselip rapi di rak buku pun bisa dibuka dan diambil isinya, besar kemungkinan bahwa jurnalku dan buku yang aku tulisi bersama Hujan pun telah dia baca, kan???

Aku kesal sekali. Hujan apalagi. Hanya ada satu hal yang ingin aku lakukan saat ini. Aku sudah memutuskan. Aku ingin pindah kost-an!

Aku sudah lama ingin pindah sebenarnya. Bukan karena aku tidak nyaman dengan kost-an yang sekarang. Aku nyaman. Nyaman sekali malah. Seandainya tidak ada masalah apa-apa, aku tidak ingin pindah. Namun, aku tidak mau lagi tergantung dengan adanya teman sekamar atau tidak (mengingat kost-an ku yang sekarang memang harus sekamar berdua), sedangkan kami tidak mampu membujuk mamanya Hujan untuk mengijinkannya kost denganku di tempat itu.

So far, ada satu kamar kosong di kost-an Luna. Mungkin aku akan pindah ke situ. Mungkin. Au harus mendapat persetujuan dari keluarga dulu. Padahal, itulah yang paling sulit dari persiapan kepindahanku...


November 17th-19th, 2009


Seorang kenalan yang sangat baik di masa lalu pernah berkata, "You have such a big heart, Sky".

Hari ini aku mengingat kalimat itu, dan berpikir: Yes. Maybe I do have such a big heart. But it's sticky. A big sticky heart that won't let anyone who's been sticked to it go. Even if it's just for a little while.

Aku bertengkar lagi dengan Hujan hari ini. Kata Arco dan Luna, pertengkaran di antara kami sepertinya meningkat akhir-akhir ini, sejak angka dua belas terlewati. Aku bilang tidak. Sejak awal, kami sebenarnya memang sering bertengkar. Bedanya, dulu pertengkaran itu hanya berlangsung di hadapan dua wajah: aku dan Hujan. Sekarang, pertengkaran itu sering terjadi ketika ada orang lain. Ya. Orang lain.

Penyebabnya sebenarnya sederhana: orang lain. Well, yah, orang lain plus kenyataan bahwa ternyata aku sangat posesif, gampang jealous, dan semakin sensitif ketika lelah. Sejak sekitar sebulan yang lalu memang ada satu nama yang sering aku jadikan kambing hitam dalam pertengkaran kami. Sebut saja "si A". Seorang teman. Seorang laki-laki.

Tadinya si A adalah salah satu teman favorit aku dan Hujan. As far as we know, dia hetero, dia tidak tahu apa-apa tentang hubungan kami, tetapi dia salah satu yang sangat menunjukkan support yang besar pada kedekatan kami. Awalnya, dia lumayan dekat dengan kami berdua. Akhir-akhir ini intensitas keberadaannya di sekitar kami juga semakin meningkat. Mungkin sejak aku mengikutsertakan dia dalam acara makan-makan pada hari ulang tahunku. Awalnya, kami sama-sama menganggap dia teman yang baik, menarik, cool, dan menyenangkan. Awalnya...

Semua mulai berubah ketika aku (dan mungkin ini hanya karena sempitnya pikiranku saja) merasa dia semakin dekat dengan Hujan.

Beberapa minggu yang lalu, dia mengajak aku dan Hujan ikut dengan divisinya menyebar poster acara organisasi kami ke sekolah-sekolah. Aku menolak ikut meskipun katanya akan selesai sebelum dzuhur. Laptopku sedang error dan ada beberapa hal yang harus aku kerjakan. Aku tahu Hujan sudah lama tidak jalan-jalan jauh dan ingin ikut. Karena itulah, aku yakinkan dia untuk ikut tanpaku. Namun, ternyata rencana berubah. Jumlah sekolah yang mereka kunjungi lebih banyak dan semuanya tidak mungkin selesai sebelum dzuhur. Maka, beberapa kali aku mengirim sms mengingatkan Hujan untuk tidak lupa makan. Akan tetapi, hari itu berakhir dengan Hujan pulang pukul delapan malam dan sakit karena dia baru makan tepat sebelum pulang. Padahal, sebelumnya, dia belum makan sama sekali sejak pagi.

Sejak saat itu, aku merasa si A tidak lagi semakin dekat dengan kami berdua. Si A semakin dekat dengan kami, namun sedikit lebih intens mendekati Hujan. Mulai dari ngobrol tentang sebuah acara camping yang ingin Hujan ikuti tetapi aku tidak, makanan yang dibagi dengan Hujan tapi tidak denganku, hingga sms-an membahas game di salah satu malam sebelum ujian tengah semester hingga pukul setengah tiga pagi. Masalah ngobrol dan makanan itu memang hal kecil. Mungkin aku saja yang terlalu sentimen. Masalah sms-an itu pun mungkin memang disebabkan karena malam itu aku tidak kuat lagi begadang dan memilih tidur lebih dulu sementara Hujan masih belajar sendiri. Menurut Hujan, dia butuh teman agar bisa tetap terjaga mempelajari buku kuliah tebal nan membosankan. Akan tetapi, sejujurnya, aku merasa terancam.

Puncaknya adalah pada hari H pertama dari dua hari rangkaian acara yang diselenggarakan oleh organisasi kami akhir bulan lalu. Sebelum berangkat dari kost-an Luna, tempatku menginap, aku berbicara di telepon dengan Hujan yang sedang menunggu kereta di stasiun. Kami membuat janji untuk sarapan bersama. Aku tahu Hujan pasti akan terlambat tiba di kampus karena keretanya mungkin masih lama datangnya. Kami telah memperkirakan hal itu. Namun, setidaknya aku berpikir bahwa dia akan langsung datang ke kampus dari stasiun. Akan tetapi, ternyata aku salah. Ketika aku hubungi pada pukul 9 pagi, dia malah berkata bahwa dia sedang ada di salah satu jalan (yang jelas bukan jalur kereta) dan akan lebih terlambat karena salah melewati satu jalan tol.

"Kok bisa sampai di sana?" tanyaku bingung.
"Iya, tadi harus ngambil bass-nya si O dulu di Xyz. Tapi, pas mau ke kampus, kelewatan satu jalan tol."
"Memangnya kamu bareng siapa?"
"Si A."
"Berdua saja dengan si A?"
"Tapi..."
"Aku tanya, berdua saja dengan si A?"
"Iya..."
"Kok kamu nggak bilang dulu pas sampai di kampus? Aku kan nungguin!"
"Aku kan gak pernah sampai di kampus, Sayang."
"Lho? Jadi kamu ketemu dan dijemput si A di mana?"
"Di stasiun Xxz."
"Kok kamu nggak bilang-bilang?"

Pembicaraan pun dilanjutkan dengan penjelasannya bahwa si A dapat tugas mengambil bass si O, tapi dia tidak tahu arah ke tempat si O. Oleh karena itu, si A bertanya pada Hujan lewat sms. Merasa kasihan karena si A harus pergi sendirian, dan kemungkinan tersesatnya besar, Hujan pun menawarkan diri ntuk menemani, dan minta dijemput satu stasiun sebelum stasiun tujuan. Namun, hari itu aku terlanjur marah besar. Aku berkeras bahwa Hujan seharusnya bisa bilang lewat sms sehingga aku tidak perlu menunggu dan bisa mengingatkannya untuk makan di jalan.

Sebelum Hujan sampai, aku sempat bercerita sambil setengah marah ke tiga orang teman, dan didengar oleh salah satu kakak senior. Belakangan, kakak itu bertanya pada Arco tentang bagaimana sebenarnya hubungan aku dan Hujan sebenarnya. Menurut si kakak, sedekat apapun persahabatan aku dan Hujan, tetap saja tidak wajar jika salah satu dari kami marah karena yang satu lagi pergi atau jalan dengan orang lain. Ketika mendengar tentang hal itu dari Arco, aku rasanya mau mendatangi si kakak dan berteriak di depan mukanya:

"GW BUKAN SAHABATNYA! GW PACARNYA! SEKARANG WAJAR GAK KALO GW MARAH!?"

Topik mengenai si A memang aku angkat beberapa kali dalam pertengkaranku dan Hujan. Lalu, dibalas dengan topik mengenai aku dan Luna yang kembali dekat akhir-akhir ini. Tapi, semua itu harusnya sudah berakhir, and we should just drop the conversation off, seperti pernyataan Hujan. Sejak hari H kedua dari acara organisasi kami, si A tampaknya menemukan seorang perempuan yang sangat dia sukai. Perempuan itu adalah anggota salah satu kelompok pengisi acara. Si A terkesan obsessed dengan perempuan itu. Status Facebook dan apa yang akhir-akhir ini dia bicarakan selalu tentang perempuan itu.

Meskipun demikian, aku tidak yakin. Seperti kata-kata Hujan pada seorang teman, "Ada orang yang kita mau, dan orang yang kita suka." Mungkin berawal dari ketidakyakinan itulah maka hari ini, hari di mana harusnya topik mengenai si A tidak lagi menjadi masalah, aku kembali bertengkar dengan Hujan. Masalahnya sebenarnya sederhana: si A lagi-lagi sms-an dengan Hujan.

Hari ini, ketika aku sedang ada kelas dan Hujan tidak, Hujan makan dengan seorang teman lelakinya. Dia memang sudah bilang sejak minggu lalu dan aku sudah setuju. Aku mengatakan tidak apa-apa, bahkan memotivasi Hujan untuk tetap pergi ketika dia sudah sangat bete menunggu si teman yang tidak juga datang meski sudah lama ditunggu. Namun, aku sangat berharap dia bisa pulang sebelum acara screening film di kampus agar kami bisa duduk bersebelahan dan menonton film itu bersama. Hujan memang datang sebelum acara itu, bahkan sebelum kelasku selesai. Dia juga ingat untuk membawakan sup yang aku pesan. Saat screening, Luna, Hujan, aku, dan Arco duduk sebaris. Namun, sebelum dan beberapa saat setelah film mulai diputar, si A meng-sms Hujan. Sms pertama menanyakan tempat duduk yang kosong, Sms berikutnya membahas tokoh utama wanita yang dihubungkannya dengan si perempuan yang dia taksir akhir-akhir ini.

Aku tidak marah pada Hujan, tapi pada si A. Kenapa dia harus meng-sms Hujan, membahas hal yang menurutku tidak penting? Kenapa dia tidak ngobrol atau sms-an saja dengan orang lain untuk membahas hal itu? Kenapa harus di tengah-tengah acara screening film yang sudah lama aku harapkan bisa ku tonton bersama Hujan? Namun, kemarahan itu akhirnya menular juga dalam bentuk kekesalan pada Hujan. Kenapa sms-nya harus dibalas? Kalau memang merasa terganggu, kenapa tidak didiamkan saja? Kalau dibalas, kan, jelas si A akan mengirim sms balasan lagi!

Aku menegur Hujan, mengatakan bahwa sms si A tidak usah dibalas kalau memang merasa terganggu. Dua kali. Akhirnya, aku merasa kesal sepanjang film. Hanya mengiyakan permintaan maaf Hujan tetapi tidak menanggapi tangannya yang berusaha menggenggam tanganku ataupun kepalanya yang disandarkan padaku. Hingga film berakhir, aku tetap kesal. Mungkin pengaruh hormon karena aku sedang halangan. Mungkin pula karena akunya saja yang memang keras kepala.

Hal ini berujung pada sebuah pertengkaran antara aku dan Hujan selama sedikitnya dua jam di kampus. Hujan merasa aku tidak sadar bahwa selama ini dia cuma mencintai aku dan bahwa akhir-akhir ini dia selalu menyanyikan lagu Brown Eyes-nya Beyonce untukku. Aku bilang aku tidak meragukan perasaannya, tetapi sikapnya. Aku merasa kesal karena dia merasa perlu menanggapi sms tidak penting dari si A ketika sedang bersamaku. Sederhana memang, dan seharusnya aku tidak perlu bertengkar berjam-jam karena hal itu.

Namun, jujur, aku memang merasa sangat terancam. Kenapa? Karena si A laki-laki. Karena si A teman kampus. Karena si A baik, tampan, menarik, humoris, dan menyenangkan. Karena jika dia memang tertarik pada Hujan, aku tidak bisa datang ke hadapannya, menyuruhnya back off. Karena aku tidak bisa berteriak di depan mukanya mengatakan:

"HUJAN ITU PACAR GW, DAN GW GAK SUKA LU PERGI BERDUA ATAU SMS-AN DENGAN DIA!"

Karena aku bukan lelaki...

Ada sebaris kata-kata yang sudah sangat ingin aku lontarkan pada si A belakangan ini tetapi selalu aku tahan. Malam ini, ketika aku melihatnya di salah satu kantin sedang duduk di samping Luna, tanpa memedulikan pengunjung yang lain, kata-kata itu terucap.

"A, gw cuma pengen bilang satu hal."
Dia menoleh.
"Akhir-akhir ini gw benci banget sama lu. Jangan ngomong dulu sama gw, ya."

Dia dan Luna sama-sama bengong. Dia mungkin bingung tidak mengerti. Luna mungkin terkejut karena aku tiba-tiba mengatakan hal itu di depan wajah si A. Aku tidak peduli. Mungkin orang-orang berpikir bahwa aku tidak pantas berkata begitu pada si A. Orang yang tahu masalah di balik semuanya mungkin berpikir si A tidak seharusnya aku perlakukan seperti itu. Si A, kan, tidak tahu apa-apa. Sementara itu, orang-orang yang tidak tahu mungkin akan berpikir bahwa aku aneh, aku lesbian, dan aku tidak berhak marah hanya karena si A sms-an dengan Hujan. Namun, aku tidak peduli. Entah akan bagaimana jadinya kehidupanku di kampus besok. Aku tetap tidak peduli. Aku tahu ada sedikit puas dan lega ketika akhirnya ku ucapkan kata-kata itu, right on his face. Maaf. Tapi, ya. Aku puas.

Malam ini aku memaksa Hujan menginap di tempat Luna. Pertama karena dia memang sudah membuat janji dengan Luna. Kedua karena dia merasa tidak ingin berbaring di atas tempat tidur yang sama denganku malam ini. Dia butuh waktu untuk berpikir, untuk sendiri, dan untuk menjadi dirinya sendiri, katanya. Sebelum dia kembali menemuiku, dan behave. Tidak menjadi dirinya sendiri. Dia merasa tidak dapat hidup tanpaku, tetapi dia tidak merasa bisa menjadi dirinya sendiri ketika bersamaku. Jadi, dia butuh waktu untuk sendiri dulu. Untuk menjadi dirinya. Tanpaku.

Entah apa yang akan terjadi besok. Entah akan bagaimana hubungan antara aku dan Hujan. Aku tidak tahu. Aku hanya bisa berharap bahwa pertengkaran malam ini, seperti halnya pertengkaran yang sudah-sudah, dapat kami lewati. Lalu, kami akan bisa tertawa bersama lagi. Tapi, entahlah... Dengan semena-mena semua keputusan aku letakkan di tangan Hujan. Biarlah dia yang memilih: ingin tetap menggenang di awan, atau turun meninggalkan Langit...

(Oh, ya...malam ini aku kembali merasa ingin mati... Kira-kira cara mati yang bagaimana yang memberikan rasa sakit paling sedikit, ya...?)


November 11th, 2009
2.34 A.M.


"Separuh hati kuberikan pada Hujan. Separuh lagi untuk Luna," demikian kata langit beberapa saat setelah ijab kabul tersahkan. Aku menjadi pacar kedua wanita yang saling mencintai.

Hujan pun berkata hal yang sama.

Dan aku hanya bisa tersenyum dan tertawa canda di tengah diam seribu bahasa dalam hati. Bingung. Merasa tak pantas. Merasa tak sebanding.

Aku diberi setengah hati langit dan setengah hati hujan. Namun, aku pun tak lupa, aku telah lama memiliki satu hati dari Bumi. Rasanya terlalu banyak memiliki semuanya. Namun, egoku pun jelas tak rela jika harus melepasnya. Serakah. Sangat.

Bagaimana dengan hatiku?

Itulah sebenarnya yang menjadi beban dalam benakku. Maaf, aku tak sanggup meng-iya-kan atau sekedar mengangguk saat hujan mengatakan hatiku pun terbagi dua. Untuknya dan untuk langit, jadi semua impas. Maaf, tak se-simple itu, Sayang...

Saat ini, aku tengah mendekap erat-erat hatiku sendiri. Satu hati yang pernah kuberikan untuk Bumi. Hati yang telah kuambil kembali tanpa sepengetahuannya. Tanpa permisi padanya. Maafkan aku, Bumi. Kini kamu hanya dapat sekedar merasa memiliki hatiku.

Maafkan aku, Langit. Maafkan aku, Hujan. Maaf aku belum dapat membalas secuil pun setengah hati yang telah kalian berikan padaku. Maaf...


Hari ini Hujan jadian dengan Luna...

Whoaa...tunggu, tunggu. Tenang, Kawan-Kawan. Aku dan Hujan tidak putus, kok. Sama sekali tidak. Bahkan tidak ada pertengkaran atas peristiwa ini. Hee...telah gilakah aku membiarkan yang terkasih jadian dengan orang lain? Mantan sendiri pula! Hahaha....

Semua berawal dari sms iseng Hujan yang dikirim ke banyak orang. You know, tipe sms gombal yang digunakan untuk menghabiskan jatah sms gratis. Hal tersebut kemudian berlanjut ke adegan sms-an antara Hujan dan Luna. Di penghujung acara sms-an, entah bercanda entah serius, Hujan menyebut Luna sebagai "calon pacar" yang kemudian ditanggapi Luna dengan kata-kata yang bunyinya kira-kira seperti ini:

"Emang boleh? Minta izin sama Sky dulu sana!"

Lalu, hari ini, aku berkata tidak.

"Luna boleh menjadi selingkuhan tetapi tidak menjadi pacar...kecuali kalau dia boleh pacaran dengan aku juga!"

Hahahaha.... Gila memang. Tapi segalanya telah berakhir dengan kata "Deal!". Maka sempurnalah ijab kabul antara Hujan dan Sky atas status Luna (tanpa mengindahkan pendapat orangnya sama sekali, hahaha).

Aku sendiri tidak tahu apakah semua ini hanya akan berakhir sebagai candaan sekilas atau berubah serius. Aku juga belum tahu apakah suatu hari aku akan merasa cemburu ketika mereka menjadi semakin dekat. Hal yang aku tahu dan aku mengerti hanyalah bahwa aku mencintai Hujan yang menyayangi Luna yang menyayangiku. Bingung? Hehe...Bianglala yang melingkar memang akan selalu terlihat rumit. Jadi, Arco...kapan mau ikut mengubah status? Hahaha....



November 9th, 2009
11.18 P.M.


Aku cuma tidak mau lupa malam itu.

Malam minggu yang lebih manis dari sekedar duduk-duduk di cafe dan berpegangan tangan.

"Sst..."

.tiga bunga lily.


Dia lupa kejadian kita berantem selama 1 jam! Dia cuma ingat, dia nangis, dia tidur, dia mimpi ketemu mamanya.

Pertanyaan aku : Kenapa tempat tidur berantakan?
Jawaban kamu :[kamu kalo tidur berantakan]
Jawaban sebenarnya : karena aku ngelemparin semua barang2 ke bawah

kenapa tangan aku merah dan luka?
[ga tau]
karena aku mukul2 tembok, menghindari mukul2 kamu

kenapa gravetter dan forzano ada di bawah?
[karena kalo mau bobo kita taro di bawah]
karena aku lempar mereka, dan tali topi gravetter hampir nyekik kamu

kenapa kamu gak bisa gerak bangun dari tidur?
[karena kecapean]
karena aku daritadi ngebanting-banting tubuh kamu

kenapa mata kamu bengkak?
[karena aku kurang tidur]
karena kamu nangis

kenapa kamu batuk-batuk?
[gak tau, aku lagi sakit]
karena aku nyekik kamu

kenapa kamu mimpi ketemu mama nanyain kabar kamu kenapa?
[karena mama kemaren nelpon bilang sakit, aku kepikiran]
kamu ngigau, kamu manggil-manggil nama mama sambil nangis

kenapa gesper kamu ada di lantai?
[kamunya ganjen, ihiy]
aku ngelepasin iu sambil narik-narik kamu yang kesakitan

kenapa dada kamu sesak?
[ga tau]
karena omongan aku yang seperti biasa bikin sakit hati

aku ingat semuanya, kamu nangis, kamu mau muntah, kamu kesakitan, kamu nyuruh aku nampar kamu, kamu teriak-teriak, kamu nangis sambil ketawa, kata-kata aku yang kasar, kata-kata kamu ke aku

"aku nggak pernah minta apa-apa dari kamu"

"i don't need your money, i have my own"

"you don't have it, it's not a problem for me, because I DO!"

"sekarang kamu nyesel, kamu baru sadar, kalo ini adalah your sooo lovely girl?"

"gimana aku mau nampar kamu kalo kamunya nangis?"

"bunuh aja aku sekalian, yang nangis aku pergi cuma orang lain, dan bukan kamu. kamu nggak akan nangis."

"kamu gak pernah sayang aku, gak pernah! kamu cuma sayang diri kamu sendiri. padahal aku sayang banget sama kamu.aku sayang banget sama kamu.aku sayang banget sama kamu.aku sayang banget sama kamu.aku sayang banget sama kamu.aku sayang banget sama kamu.aku sayang banget sama kamu.aku sayang banget sama kamu.aku sayang banget sama kamu.aku sayang banget sama kamu.aku sayang banget sama kamu.aku sayang banget sama kamu.aku sayang banget sama kamu.aku sayang banget sama kamu.aku sayang banget sama kamu.aku sayang banget sama kamu.aku sayang banget sama kamu.aku sayang banget sama kamu.aku sayang banget sama kamu. dan terus-terusan, kamu setengah sadar dan setengah enggak, gak bisa berhenti walaupun setelah itu aku sadar dan nangis, cium kamu, tapi sejak itu kesadaran kamu gak balik lagi.

Kamu terus ngulangin kata2 aku sayang banget sama kamu.
Kamu tiba2 diem, dan nendang2 hebat sambil teriak2 "GA MAU!!", seperti saat aku ngunci tangan kamu supaya kamu gak bergerak.
Kamu nangis dan bilang mama-mama-mama-mama-mama.

Aku bingung.

Aku baru mau minta putus, karena aku begitu menyulitkanmu.

dan tiba2 kamu bangun, dan aku nangis sambil ngedengerin musik di snowglobe.. Dan kamu bingung aku nangis sambil minta maaf, dan kamu bingung kenapa, dan kamu mau ambilin tissue sama aku dan nggak inget kalo tissue kita udah abis, dan cuma inget kalo kamu ketiduran, dan aku marah karena aku dianggurin ditinggal tidur.


Dan setelah itu, aku ngerasa ini semua kayak mimpi. Padahal ini bener2 kejadian. Dan rasanya aku jadi setengah gila terus2an nanya kamu kenapa.

Aku sayang kamu, cuma kamu yang stand still.

Cuma kamu yang bilang cinta aku sampai di sisi ketidaksadaran kamu.

Aku cinta kamu.


Kali pertama kamu melupakan sakralnya tanggal 26 bagi kita, Sayang. Pikirmu terpaku pada kata-kataku mengingatkan tanggal ulang tahun lelaki yang menjadi cinta pertamamu. Lalu, kau pun menelepon nomor telepon seluler yang kini telah menjadi milik orang lain. Mengucapkan sebaris kata-kata Happy B’day pada lelaki lain yang menjawab teleponmu dengan bingung sejak beberapa tahun yang lalu.


Malam pertama aku tidur berdua dengan perempuan selain dirimu di atas tempat tidur yang telah kujanjikan hanya milik kita. Dengan dia yang sangat merasa bersalah telah meminta untuk menginap, kau mengatakan tidak apa-apa. Aku hanya berharap bahwa saat itu kau sungguh ikhlas membiarkannya, bukan karena pikiranmu terlalu sibuk mengunyah cerna memori tentang dia yang kini entah telah berada di mana.


Dua enam-dua tujuh ini tidak ada hadiah, Sayang. Tidak ada acara makan-makan besar. Tidak ada hal yang spesial. Hanya kau di ujung telepon berbicara setelah aku dan sahabat kita mengirimkan sms Happy Monthliversary saat tengah malam. Kemudian kau menangis, dan aku membiarkanmu begitu.


Jantungku tidak berontak bukan karena tidak lagi mencintaimu, melainkan karena aku tahu: kau hanya punya malam ini untuk meratapinya yang telah jauh. Ketika pagi datang, kemudian hari ulang tahunnya berlalu, kamu akan pulang kepadaku. Setidaknya aku berharap begitu. Maka biarkanlah malam ini, aku lelap tanpamu...


Happy thirteenth monthliversary, My Dear...

I was, am still, and hopefully will always be in love with you…



October 28th, 2009

3.50 P.M.

tentang October 26th, 2009...


Snowglobenya pecah, airnya tumpah.

Hatiku pecah, tangisku tumpah.



Valentine itu, masih bisa berputar katamu.


Ada luka, disisi sebuah simpang jalan yang bersisian.

Pada amarah yang sudah naik meruah merah,

Pada henti yang enggan dilanjutkan

Pada jengah, dan hati yang dibalut dan dipapah.

Pada luka, yang menambah turus nya

Menganga


aku hanya tau panas mentari akhir-akhir ini membakar

tapi aku cuma mau bilang

selalu ada tempat pulang jika ingin mengetuk pintunya,

meski rumah ini tidak pernah punya pintu untuk ditutup untukmu.

Malam ini, setelah menghabiskan piring berisi satu slice super supreme pizza ukuran besar yang kami dapat secara GRATIS karena berhasil mengumpulkan 25 cap Pizza Hutm aku kembali terkena Sindrom Malas Pulang. Selain karena sudah malam, hujan menyapa, aku akhirnya merengek ke Sky agar aku diperbolehkan untuk tidak pulang dan ikut menginap di tempat Luna.

Sky, yang sudah siap dengan segala perlengkapan di tasnya untuk menginap di tempat Luna pun menggeleng. Aku mengerti, Mama sudah menelpon dari kemarin dan menanyakan kapan aku pulang. Ujian tengah semester yang maha dahsyat membuatky harus menginap seminggu full di tempatnya, Blessing in disguise.

tapi bukan itu intinya. Intinya aku mau ikut tapi Sky menggeleng. Aku tau dia paling tidak suka kalau plan-nya diubah mendadak. A real planner seperti dia berbanding terbalik dengan aku yang shockingly flexible; a real plin planner. Aku bujuk dia dengan segala bujuk rayu segala susuk; dari susuk keledai dan kedelai sampai susuk kuda liar. Ia menggeleng, dan aku jadi BETE. Aku batalkan niatku untuk menginap! Aku mau pulang! SEKARANG!


Angin hujan dan petir. Di luar hujan deras disertai angin dan kilat menyambar. Seperti hatiku dan hatinya. Kami bertengkar setelah sesi makan lingkarbianglala. Hanya karena akhirnya Sky mengizinkan aku menginap di tempatnya atau aku menginap di tempat Luna sendirian. Aku maunya menginap di tempat Luna bersama dia. Titik, tanpa koma. BETE, kami berdua jadi sama-sama BETE.

Jam berputar. Kembali handphone berdering mengingatkan hal yang sama, Maag-ku kambuh, aku kedinginan. Aku akan pulang dengan sakit hati, sakit maag, kantuk yang tak tertahankan, dam ransel superberat berisi beberapa potong baju, jeans, dan laptop. Sempurna.

Aku terduduk dan SKy memarahiku habis-habisan. Memarahiku karena tidak membiarkan dia membawakan tasku yang berat, marah karena aku mau ngotot pulang dalam keadaan sakit. Dia memutuskan untuk membatalkan janjinya untuk menginap dengan Luna. Dia memintaku untuk tinggal di tempatnya sehari lagi, Dia begitu perhatian. Diantara marahnya aku menatap lengkung bibirnya, Aku sungguh ingin menciumnya saat itu juga. Tapi aku masih dalam garis besar BETE.


Aku sebenarnya ingin, tapi aku tidak bisa menginap kali ini. Kugelengkan kepala, sekarang nada marahnya berubah menjadi nada membujuk. Ketika itu tidak berhasil, ia menggantikannya dengan kalimat "Aku antar kamu pulang, aku ikut kamu pulang"


Aku bukan menggeleng lagi, aku menolak.


Bukan karena aku tidak ingin, atau aku tidak suka.


Membayangkannya saja membuatku miris ingin menangis. Membayangkan ia mengantarku naik kereta, memegangi tasku yang berat, merangkulku di kereta yang penuh sesak, tetap berdiri menjagaku dan mempersilakan aku duduk sambil mengecek apakah aku baik-baik saja. Turun dari kereta dan naik bis bersamaku. Lalu mengantarkan aku pulang, melepasku ketika jarak rumah tinggal beberapa meter dari tempatnya. Dia akan kembali menaiki bis ke stasiun kereta, dan harus menaiki kereta yang berkali-kali lipat lebih penuh sesak dari kereta pergi.

Benar, dia memang bukan idaman seperti My exes yang senantiasa mengantarku dengan mobil, memesankan taxi, atau mengendarai motor besar yang keren. Benar sekali, dia tidak bisa mengemudikan kendaraan bermotor. Tapi sekarang harusnya kalian tahu mengapa aku lebih mencintai dia berkali lipat.

Aku dan dia melenggang ke stasiun kereta. Dalam hujan yang masih rintik dan gigilku berselimut hangat jaketnya. Langkahku melambat di setiap becekan. Stasiun sudah di depan mata, dan kereta Ac pun melintas. Aku tidak mampu mengejar kereta itu dalam keadaan begini!

Kereta selanjutnya?

1,5 jam lagi. Aku tidak mungkin menunggu selarut itu. Baru saja aku memutuskan untuk menginap, handphone berdering, mengulang perintah, dengan cara berbeda, aku disuruh pulang naik BIS

Apa? Naik bis? Aku belum pernah pulang naik bis! Kembali aku berharap Sky tidak usah mengantarku. Bis memakan waktu 2 kali lipat lebih lama daripada kereta yang hanya memakan waktu 30 menit. Menunggu bis di bawah hujan rintik sambil terus berharap dia membatalkan niatnya mengantarku. Namun dia menyuruhku diam, dia telah memutuskan. Maka ketika bis itu datang, aku benar berharap dia tidak menaikkan kakinya ke bis tersebut bersamaku.

Sepanjang jalan di bis, aku menangis sambil menyandarkan kepalaku di bahunya. Dia menyuruhku beristirahat sementara dia memantau jalan yang kami lalui. Padahal, dia belum tidur cukup hanya 2 jam karena kemarin bab yang harus kami baca sangatlah banyak. Aku menangis. Aku sedih karena dia ikut. Memikirkan bagaimana saat dia kembali dan begitu kelelahan, tapi juga menangis terharu, karena ia begitu penyanyang dan penyabar, serta begitu perhatian.

Aku tertidur pulas di bahunya sementara bis melaju. Genggaman tangannya terasa hangat, bahkan sampai saat terakhir dia melepasku untuk kembali karena telah mengantarkan aku. Menaiki bis yang berbedam menaiki kereta yang sangat penuh sesak, dan ketika suarnaya bergema di telepon dan mengatakan kalau dia sudah sampai dan sempat-sempatnya menyuruhku mandi agar badanku tidak gatal-gatal dan bisa beristirahat. Aku menangis semalaman. Aku menangis bahagia. Sky, maafin aku ya. Makasih ya. I love you. All my heart, dan Tuhan, sungguh ciptaanMu yang satu itu begitu sempurna buatku.

In the living room