The Sky is High

It's just a box of pieces of a puzzle about a small circle of friends. It's about the lives, the loves, and the hopes. One by one, part by part. Hung up in the sky along with prayers. Until each of them can fly higher by itself. The Sky the Rain the Rainbow the Sun the Moon. All are talking in their own way. Carving their small footsteps in the history of time. And now each of them can really fly higher by itself, and leave this house one by one...


Hari ini aku tidak beranjak kemanapun. Mengingat kembali sudah berapa lama blog ini tidak kusentuh. Lama sekali, ya? Ujian dan liburan benar-benar menyita waktu dan pikiran. Baik untuk belajar, maupun... bersenang-senang!

Aku bingung, darimana aku harus memulai. Dari pertemuanku dengan dia, ataukah dari hari-hari sebelumnya. Sepertinya harus mulai dari cream cheese. Hahaha.

Hari ini aku menyogok kalian dengan seloyang pizza. Hahaha. Kalian tahu, mungkin aku sedang ada maunya... Memang! Aku mau memperkenalkan seseorang kepada kalian. Namanya De Angelo. Dengan malu-malu aku membawanya ke rumah kami dan mempersilahkannya duduk di ruang tamu. Arco, Dimii, Luna, bahkan Sky menatapku bingung, namun beberapa lama kemudian mereka tersenyum...

Senyuman mereka, adalah doa yang paling baik di atas segalanya. Sambutan yang hangat, dengan cara mereka masing-masing....

De Angelo... Siapa dia? Dia adalah malaikat yang rela kehujanan. Dia adalah malaikat yang berani menentang hujan ketika hujan marah padanya. Ketika mungkin hujan melukai sayap-sayapnya sehingga tidak mampu kembali ke angkasa. Karena itulah, aku memilih untuk tinggal bersamanya kali ini, mengobati sayapnya yang luka dan koyak.

Malaikatku itu punya sayap yang sangat lebar, sehingga peluknya bisa menghangatkan aku di malam-malam terdingin sekalipun. Karena ia punya sayap, aku akan membiarkan dia terbang bebas kesana kemari, berputar dan pergi, karena aku percaya dalam harapanku yang kupikir tak akan sia-sia. Dia akan kembali, dan kami akan bertemu lagi. Saat hujan turun dan sayapnya yang basah terlalu berat untuk membawa tubuhnya terbang.

Sadarlah, Sayang. Aku tidak marah padamu. Tidak marah padanya. Tidak marah pada siapa-siapa. Hanya marah pada sikap. Hanya muak pada sikap yang tidak berubah padahal kau bukan lagi Hujan yang jatuh dengan bebas sekarang. Sudah ada yang menangkapmu. Bukan awan di langitku. Bukan pula tanah di bawah kakiku. Jauh lebih baik daripada itu. Jauh lebih baik. Seorang malaikat telah menengadahkan tangan menyambutmu.


Aku senang, Sayang. Senang akan senangmu dan senangnya. Bahagia untukmu dan untuknya. Dan akan tetap ada di sini jika kau membutuhkan uluran tangan, bantuan, pundak untuk menangis, atau telinga untuk didengarkan. Namun, tidak lagi pipi untuk dikecup, atau tubuh untuk dipeluk ketika berbaring bersisian denganmu. Tidak lagi. Aku tidak mau.

Aku akan tetap menjadi sahabatmu. Sahabat terbaikmu. Seperti janjiku padamu. Namun, seperti pula kata-kata yang telah berulang kali kuucapkan padamu, ketika kau telah move on dan resmi menjalin cerita dengan seseorang lain yang beruntung, aku tak mau lagi dipeluk-kecup olehmu. Kenapa? Bukan marah. Bukan kecewa. Hanya saja aku tidak mau menjadi sama seperti dia yang dulu membuat kisah kita terpaksa ku akhiri. Tidak ingin dianggap sebagai seseorang yang memiliki affair denganmu ketika kekasihmu sedang jauh. So sorry. Aku tidak ingin merendahkan diriku menjadi sama dengan orang yang hingga kini masih sangat aku benci itu.

Meski nama atau sebutan kita semua berbeda di dunia layar dan kabel listrik ini, person-nya tetap saja sama. Kamu, ya, kamu. Dia, ya, dia. Dan aku, ya, aku. Apapun nama kita, tidak mengubah fakta bahwa ada sebuah hubungan yang resmi terikat di antara kalian berdua dalam pertemuan kemarin. Sebuah ikatan yang telah lama kulihat dalam bayanganku, tidak peduli apakah ada keseriusan di dalamnya atau tidak.

Selamat, ya, Sayang. Selamat jadian untukmu dan dirinya.


Hujan dan De Angelo.


Dengan ini, mulai sekarang, tidak akan ada ucapan happy monthliversary dariku pada tanggal 26 dan/atau 27. Aku akan mengucapkannya. Untuk kalian. Pada tanggal 24. Setiap bulan kalian masih bersama. Diawali hari ini. Maaf, ya, telat sehari.


June 25th, 2010
5.22 P.M.


Aku pikir aku tidak akan menangis lagi. Tidak akan bisa lagi menangis. Setidaknya, tidak menangisi hal yang sama, lagi dan lagi, seperti hari-hari yang telah lama berganti.

Kesibukan memang membuat kita merasa seperti berada di Oblivion Castle dalam game Kingdom Hearts kesayanganmu. Membuat kita berpikir bahwa kita telah menjadi seseorang yang berbeda, bukan kita yang sebelumnya. Namun, begitu kesibukan berlalu, kita pun keluar dari kastil itu dengan menggunakan kunci dengan ekor berbentuk hati.

Dan di sinilah aku. Hanya ada aku dan kesendirianku. Dan semua ke-aku-an, yang sebelumnya begitu keras aku perjuangkan sejak lima bulan yang lalu, kini menyergapku dalam haru biru sentimental melayu. Apakah aku? Mengapa aku? Bagaimana selanjutnya aku?

Sesekali, aku memang rindu saat-saat sendiri. Aku pikir, mungkin di saat seperti inilah aku baru benar-benar bisa berpikir jernih. Mencoba terbuka dan jujur sepenuhnya. Kepada hati dan diriku sendiri.

Namun, di saat-saat seperti ini pula kenangan dan semua rasa yang telah lama ku tinggalkan kembali datang mengejar. Aku menangis malam ini dalam kesendirianku. Bukan sepi, bukan sunyi yang mengoyak hati, melainkan kenangan-kenangan yang ku pikir telah lama mati, atau setidaknya membuatku mati rasa terhadapnya. Aku menangis malam ini dalam renungku. Menyesali ini dan itu. Berharap banyak yang tidak terjadi dan tidak ku lakukan. From the start. From the very beginning.

Ribuan "Jika..." dan "Andai saja..." mengalir dalam pikir. Namun, tidak ada gunanya, bukan? Lagipula, yang aku sesali bukan kesendirianku saat ini. Bukan pilihan dan keputusanku saat ini. Melainkan yang telah lalu dan layu. Jadi, sudahlah. Mungkin aku hanya sedang ingin dan sedang butuh sedikit tangis malam ini.

Rain-Dear, sejujurnya aku memang masih mencintaimu. Namun, saat ini, aku sedang mencoba belajar mencintai diriku sendiri. Maafkan semua kata, sikap, dan sifatku yang menyakitimu.

Happy Belated 20th Monthliversary.

Dari aku yang ingin kamu terus melaju hingga memutari lajur rel mu.



June 1st, 2010
10.44 P.M.


Dua puluh. sudah dua, duapuluh bulan dan seperti dua lain yang bertengger mesra berdampingan seperti bebek yang berenang. Meski hujan dan kilat yang menghias langit, keras seperti tamparanku. Aku masih disini, bertahan untuk mnghapus semua harapan, harap-harap kecil yang diam ku musnahkan perlahan.

Lihatkah tanganku yang menjulur harap tak pernah sampai lagi ke langit gelap? Masih berharap perayaan dua puluh yang perlahan menggelinding dan hilang. Klasik. Untuk apa? Untuk dua puluh dan lebih lagi hal yang membuat aku bertahan dengan sejuta alasan, lebih dari 20 hal alasan aku bertahan, jauh lebih banyak dari 20 hal yang kamu berikan, 20 cinta dengan bentuk yang berbeda.


Aku ingin sekali mencoba beranjak, seperti kamar yang kini kutinggalkan. Aku pulang ke rumah, dengan semua koper berisi baju dan kotak-kotak sepatu, serta satu bungkus besar kenangan. Pindah, beranjak. Lucu, ya. Ini selalu menjadi hari spesial buatku. Tidak, tidak lagi, buatmu. Aku merasa bersyukur lebih baik. Lebih netral. Aww, memberi hati ruang dan kesempatan bagi diri sendiri. Bisa tidak ya?

Sudah 5 bulan setelah hari itu. Lama, lama sekali. Luka yang nganga sudah habis ditelan, racun ditenggak. Tidak tahu berapa luka sisa. Tapi berada di sampingmu adalah satu lagi, satu lagi alasan mengapa aku harus bersyukur sampai saat ini.

Happy 20th monthliversary, dear.

In the living room