The Sky is High

It's just a box of pieces of a puzzle about a small circle of friends. It's about the lives, the loves, and the hopes. One by one, part by part. Hung up in the sky along with prayers. Until each of them can fly higher by itself. The Sky the Rain the Rainbow the Sun the Moon. All are talking in their own way. Carving their small footsteps in the history of time. And now each of them can really fly higher by itself, and leave this house one by one...

Aku tengah berada di sebuah bus antar kota antar provinsi. Untuk hampir tiga jam ke depan aku akan duduk disini, terjebak diantara nasib yang membawaku pulang ke Jakarta.

Minggu ini, malam ini, masih seperti malam sebelumnya. Aku harus bersyukur karena kali ini aku mendapat tempat duduk favorit saya: dekat jendela.

Dari dekat jendela, aku menemukan kebenaran waktu, dan bisa merasakannya berlalu.
Dari dekat jendela aku bisa berpura pura tahu segala, dan dari dekat jendela aku kembali menghirup udara tanya.

Perjalanan malam ini akan jadi perjalanan yang panjang, aku sudah lelah.
Dunia dibalik kaca adalah dunia tanya, sementara aku tengah enggan berjaga.
Aku memutuskan untuk pergi dan beristirahat.

Selamat tinggal dunia - dibalik jendela yang sekarang sudah tertutup tirai

Dering itu, adalah dering harapan yang terakhir, katanya. 
Dia berbisik pada takdir untuk mengakhirinya secepat mungkin. 
Dia berbalik pada mimpi untuk membangunkannya sehebat mungkin. 

Dibalik telepon, suaranya tajam, disini, aku sesenggukan. 
Kami berkaca pada takdir yang saling bertabrakan.

Aku ingin mencuri hangat pada tubuh senja yang perkasa, mengecup dingin hujan, mengunyah bintang yang renyah, mengulum awan, dan memuntahkan pelangi.

Sementara dia berkata kata bahwa kita sudah harus beranjak, karena kabut mulai bergerak.
Tidak ada siapapun di seberang telpon. Aku berbicara dengan hatiku sendiri

Tiup peluit terakhir.
Aku kehabisan bahan bakar.
Aku tidak lagi berjalan, kulitku terkelupas.

Aku, tanpa rel, tanpa nama
hanya seonggok besi baja
tanpa penumpang

melengos, pergi
menanda mati

and when I realize to keep them around.
I realize that they're just meant to be there, without me.

and when I decide to attract them around
meant that I am just lonely.

I gather people so I don't feel alone,
yet I'm lonesome inside

Aqua, Sagita.
Sepertinya Sagitarius telah mendapatkan jalan terangnya menuju lembah air Aquarius.

selamat berbahagia

Padamu, kuajarkan tutur kata manis nan lembut
Padanya, jua.
Hingga ketika kalian tumpahkan kata cerca,
ngilu mengurat,

akh, sepertinya aku pergi saja dari keduanya

Di bibir yang sama, katupnya mengeja cinta saat pasang-pasang bertemu kala mata berjelaga
Di hati yang merenta, teriakmu menelanjangi hina tubuhku yang telah kau buka satu-satu.



Sst.. diamlah, karena cinta luka sudah kembali pada hakikatnya.

Lingkarbianglala, sampai kapan ketikku menarik lebah-lebah bersarang?
Aku hanyalah hujan yang menuliskan rintik-rintik rindu ketika merajah tubuhmu,
dan ketika terik datang dan jejakku menghilang,
Siapa yang menyalahkan dan mengatakan bahwa aku meninggalkan lebah yang sudah berjingkat-jingkat meninggalkan sengatnya?

dan pada nektar madu yang disuguhkan, satu persatu lebah bersarang.
dan pada ketuk ketik yang kutuliskan, satu persatu lebah mati menghilang.

Once upon a time in a faraway land, a prince was looking for a princess, they met and then they lived happily ever after.

I'm not delusional,

and I'm not lying...
I just didn't mention that there's a witch, evil queen, heartbreaking episode, but I ain't lying.

But yeah maybe I just lost my sarcasm.

My sarcasm is...myself being honest

aku tunduk.
aku menunduk.
aku membungkuk.
aku merajuk.



maaf.

aku tidak menulis kecewa, walau kau tetap saja curiga. katamu kau sudah dapat membaca polanya, bahkan mengendus akhir ceritanya.


aku tidak menulis kecewa.


aku membakarnya!

dan keretaku, laju...laju lagi dengan asap kepulnya yang menyesakkan dada

dan kemudian kubisikkan kepada orang-orang yang mengangkat tubuhku, beriringan dalam suatu lantun, sementara mereka yang menyempatkan diri untuk bertanya, ternganga:

"Siapa yang mati?"

Tidak ada. Hanya sebuah mimpi yang katanya harus dikubur hidup-hidup

karena (sesungguhnya) hanya langkah(mu)lah, yang akan tetap berjalan, mencari, dan bertahan, untuk segurat senyum kecil di ujung bibirku....


aku tidak berpulang pada nama. aku berpulang pada peluk paling hangat, genggam paling erat, dan sedikit kata untuk diucapkan


k

aku menemukan jeda di dalam bahasa. aku mengendap melewati dinding-dinding halamannya satu per satu, memegangi kepalaku yang berlomba denyut dengan hatiku.

dia sempurna. tiap kata yang mengalir di tangannya menjelma tanya yang akan merupa mimpi malammu, manis senyumnya akan jelma tawa di setiap tanda jutaan yang diukir.


dan aku,



menuliskan cemburu di lembar-lembar jendela 


tik.tok.tik.tok.


your time is ticking out it's way.


Pada remah-remah jelaga yang tersisa di matamu, aku terjaga. Pekat, seperti bayang-bayang pada tiap mimpi burukku.

Selepas kau membaca garis tanganku – katamu begitu, senja menapaki jalannya sendiri menuju jendelamu. Dia mengecup merahmu, menadah kaki-kaki kecilmu yang kadang-kadang terluka ketika kamu memanjat tangga-tangga malam.

Kamu lucu, kadang-kadang kamu kesal saat tergelincir dari tangga-tangga mimpi, karena itulah aku jarang membangunkanmu.

Kamu cantik, aku bisa memastikannya, karena rekah saja singgah di kecup merahmu. Dan bola mata hitammu, nyala ketika kerlip warna bintang-bintang palsu – dengan doa-doa malammu yang khusyuk, menyentuh retinamu.

Kamu nakal, tangan-tangan kecilmu seringkali menyentuh pipiku yang kembali merindu. Jari-jari kecil yang menari-nari diantara percik air, menyalakan sedikit lagi kehidupan, di dalam hitungan kala yang berbeda.

Kamu berbisik – sayangnya bukan padaku, pada tiap pasir pantai yang kita kumpulkan dalam botol-botol kaca. Pada kerikil yang kau susun satu-satu. Pada air yang seringkali membuatku tergelincir. Pada suatu tawa yang mampir mengetuk pintu kita tiap senja. Pada hangat, yang selalu memelukmu manja tiap jedanya.


Pada rinduku, yang akhir-akhir ini mencari jalannya sendiri untuk pulang ke singgahmu.

Setahuku, lingkaran tidak pernah putus. Ia melingkar lembut menjadi satu kesatuan. Berputar, melingkar.

Sayangnya, aku melupakan satu. Aku melupakan bahwa lingkaran adalah lingkaran ketika ia melingkar, bukan ketika ia bersinggungan. Seringkali aku memaksakan ujung satu bertemu dengan ujung yang lain. Maka ia tidak akan menjadi lingkaran yang sempurna.

Masih aku ingat ketika ia menjadi lingkaran sempurna ketika kami bergantian menjadi porosnya. Atau bagaimana lingkaran terkadang berubah menjadi angka 8. Titik tumpu pada satu orang yang manis, baby sun.

Tapi semua orang ingat bahwa hidup ini seperti lingkaran, bergulir, dan seperti bianglala, berputar.

Tiga setengah tahun dibesarkan dalam satu taman bermain yang luar biasa besar. Sebuah rumah, kampus, dan sebuah hati. Meskipun tidak nampak lagi sulur tipis yang mengikat, aku yakin masih ada disana, memori - sesuatu yang lebih hebat menggerogoti hati dan pikiranmu.

Sujud syukur pada Tuhan, ketika aku masih diberikan kesempatan, menatap wajah-wajah yang sama, mengamati kerut dan lemak-lemak yang juga bertambah disana sini, serta meminjam sedikit senyum untuk aku bagi.

Sekarang waktunya aku melambai kepada sarjana luar biasa yang selalu menjaga hati kami, memeluk kami paling erat, Uomo Arcobaleno, si lelaki pelangi kami yang paling kami cintai sepenuh hati. Selamat berlayar, labuhkan kapalmu di tambang berlian paling kilau di dunia.

karena aku pun masih menunggu...
menunggu kami terpaksa bersinggungan bertemu,
setengah tahun lagi,
untuk toga dan bendera biru muda.


mungkin untuk sejuta kisah cinta lainnya pula.


Kadangkala,
aku masih terbangun tiba-tiba tengah malam buta.
Mencari sulur detik yang mengantarku pada hitungan rintik,
ketika pertama hujan memayungi hati pada suatu hari

Kadangkala,
aku masih meraba jari-jari manisku,
tempat berdiam janji meski tiada lagi lingkaran mengikat,
menoleh, seberapa cepatnya pusaran waktu diam-diam menggigitiku

Kadangkala,
aku masih meraba garis tanganku, melihat sejenak dan menengadah berterimakasih,
atas doa-doa akan waktu yang masih sering dipanjatkan,
dan didengarkan


Terimakasih, untuk putaran duapuluh yang mengikuti,
meski terkadang agak terseok, dan menyisakan luka seperti adanya

Happy  20th montliversary

Ketika tengah berlari kecil di tengah sabana yang luas,
aku terjatuh,
tubuhku penuh luka.

tapi aku menangis,
bukan karena aku terjatuh
atau karena aku luka.

aku hanya baru menyadari,
saat aku mengulurkan tanganku
mencari genggam

tidak ada tangan yang menopangku.

jika rindu. datangi. peluk. katakan. pulang.

aku hanya ingin bilang.
biar malam masih membayang ketika jam memukul waktu menunjukkan angka tiga dini hari.
akulah yang akan terbangun dan menggigil di depan pintu pagarmu.

aku datang.
aku hanya ingin bilang.
aku rindu. jaga diri baik-baik.

aku datang, sayang
aku hanya ingin bilang
"sini, melambai ke arahku dan berhentilah menangis"

aku datang.
hanya ingin mengukur suhu badanmu,
dan menepuk kepalamu.
"cepat sembuh"


aku datang, sekali lagi
hanya ingin bilang:
aku sangat rindu pulang

Terimakasih. Untuk segelas susu hangat yang selalu hadir ketika aku terbangun di sisimu.

aku rindu.

sangat rindu.


segelas susu hangat,
sebuah dekap erat.




kamu.

hari ini aku cuma mau..


peluk

Malam itu di kereta pulang.
Sehabis jengah seharian membakarnya dengan cemburu. Ia tertidur, pulas. Ia tertidur pulas di bahuku, bersender. Tidurnya sangat nyenyak sampai-sampai ia tidak tahu kalau aku telah bergeser.

Masinis memanggil-manggil. Kami sudah harus turun. Aku mengguncang bahunya. Dia tidak terbangun. Dia tengah tertidur. Sangat lelap. Aku panik. Aku mengecek jalan nafasnya. Masih disana. Aku mengguncang bahunya lebih keras. Aku pikir ia tengah bercanda. Aku melihat air mata mengaliri pipinya ketika ia tertidur. Kubangunkan ia dengan keras. Kupaksa ia bangkit berdiri, meninggalkan kereta, berjalan keluar pintunya.
Ia tersentak ketika ia menjejakkan kakinya di stasiun. Tubuhnya gemetar. Nafasnya memburu seiring jantungnya memacu. Sangat cepat, sangat keras. Tubuhnya seperti gigil. Ia menangis. Tatapannya kosong. Ia mulai menangis. Tanpa suara.

Aku hanya bisa memeluknya. Mengambil semua peralatan, tas, barang bawaan yang masih melekat pada dirinya. Aku memeluk tubuhnya yang ringkih dan gemetar. Trembling. Gemetar. Aku panik.
Aku mengelus kepalanya. Menciumi pipinya. Tidak peduli berapa pasang mata menatap kami. Ia masih dalam pelukanku. Berdiri, gemetar, dan menangis tanpa suara.

Aku menggenggam semua barang bawaan kami ala kadarnya. Aku harus mampu memapahnya, menyebrangi rel kereta. Aku tidak boleh menangis. Ia kehilangan suaranya.
Aku mendudukkan dia di sebuah tempat duduk. Aku memanggil taxi sambil sesekali menatap ia yang sedang duduk terpaku. Aku minta ia menulis sesuatu. Yang ia tulis hanya 3 kata : I can't tell.
Aku bersusah payah memanggil taxi pada pertigaan Pegadegan yang sempit. Rintik menyapa. Dia masih duduk tergugu, tiba-tiba beranjak dan mengikutiku memanggil taxi. Aku memaksanya duduk sampai taxi berlogo burung biru itu muncul. Kududukkan dia di dalam. Kuhapus air matanya.
"Aku...aku cinta kamu, Rain"

Suaranya hilang, ia membuat isyarat cinta dengan kedua tangannya. Dan menambakan kedipan manis di akhir. Taxi mengantar kami ke depan pintu rumah. Aku masih harus membawanya ke kamar.

Ia terjatuh di dekat tempat tidur. Sepertinya ia tidak punya tenaga untuk berdiri. Aku memaksanya minum di gelas. Ia tidak berespon. Kutenggak isi gelas dan kutuangkan ke dalam mulutnya perlahan selagi aku mengecupnya. Air tertinggal di rongga mulutnya. Ia tidak mampu menelan apapun. Air membasahi bajunya. Mengalir keluar.

Aku menangis. Aku hanya bisa memohon maaf di kakinya. Aku hanya bisa mengatakan betapa aku mencintainya. Dia tidak berespon. Dia tidak mengerti.

Aku bersiap mengambil air yang lebih hangat ketika ia memanggilku dengan isyarat telunjuknya. Ia meminta air. Aku kembali menggambilkan gelas. Ia menggeleng. Ia meminta bibirku.

Aku menenggak air yang lebih hangat. Kutuangkan ke dalam rongga mulutnya. Sama. Tidak ada yang tertelan. Tangannya mengarahkanku mencengkram lehernya. Aku hanya mencengkram pinggir lehernya. Air mengalir masuk ke kerongkongannya.
"A...a...aa...", katanya terbata, berusaha menetralkan suaranya.
"Aku cinta kamu, Rain"

Nafasnya sudah lebih teratur. Ia masih berusaha menjernihkan suaranya,
"A...a...a...aku cinta kamu, Rain", katanya sambil tersenyum.

Aku membaringkan dirinya dalam lelap sekali lagi.
Aku tahu dia tidak akan ingat apa yang terjadi.

Sst...


 Aku tahu, bahkan dalam tidur lelapnya, ia sangat mencintaiku





*this story is real. De Angelo tidak ingat apa-apa lagi ketika terbangun. Ia hanya tahu kepalanya sakit sekali dan sangat mengantuk. Aku berusaha menceritakan semuanya, tapi ia tidak percaya. Yah, akupun hanya menulis supaya aku tidak gila. Itu saja

In the living room