The Sky is High

It's just a box of pieces of a puzzle about a small circle of friends. It's about the lives, the loves, and the hopes. One by one, part by part. Hung up in the sky along with prayers. Until each of them can fly higher by itself. The Sky the Rain the Rainbow the Sun the Moon. All are talking in their own way. Carving their small footsteps in the history of time. And now each of them can really fly higher by itself, and leave this house one by one...

Bosan karena melihatku belum sempat menulis lagi?


Tulis saja sendiri!

"Happy birthday, my first love~"

Selamat ulang tahun, sayangku. Lelakiku tersayang, lihat aku masih mengingat tanggal lahirmu. Kau tahu aku selalu merindukanmu, kan?

Lelakiku, maaf hari ini aku tidak mengirimimu ucapan ulang tahun tepat jam 12 malam, karena aku tahu, kamu bukan pemilik nomor handphone yang kuhafal luar kepala itu lagi. Dan aku tidak rela lelaki lain membalas pesanku sebagai dirimu. Tidak ada yang pernah sama, sayangku. Dan lelaki yang bernama Herman yang meng-add aku di facebook, hanyalah menyisakan jurang betapa kamu begitu sempurna di mataku.

Lelakiku yang tampan, lelakiku yang sangat aku cintai. Usiamu beranjak 21, aku membayangkan postur tubuhmu yang tegap merangkul tubuhku yang ringkih. Aku sedang menangis, sayang. Kamu pasti tahu. Kamu pasti mendengar. Tapi kamu tidak datang dan memelukku saat ini. Kamu tidak pernah memelukku. Kita hanya menatap langit-langit dan berharap bisa menangkap gema satu sama lain. Kita, atau aku saja saat ini, aku tidak tahu.

Aku sedang menangis, sayang. Menangis karena jatuh cinta. Jatuh cinta kepadamu menyisakan ketegaran dan pencarian tiada akhir pada sosokmu, sosok yang lebih darimu. Namun, ketika aku berhenti mencari dan berhenti berharap, sosok itu datang. Sosok yang bisa membuatku jatuh cinta, sekuat aku mencintai dirimu, mendekapku dengan cintanya yang meluap-luap.

Sayangku, ingat saat kita LDR Jakarta-Bandung dahulu? Aku sangat menyesal kita tidak pernah bertemu. Karena itulah aku menebus kesalahanku kali ini, aku selalu datang padanya, menembus kantuk yang menghinggapi kaca bus antar kota, untuk menemukan kembali genggam tangan yang erat dan penuh cinta, pada tangan yang selalu menunggu genggamku.

Sayangku, kamu pasti akan menghentikanku menulis jika kamu melihat tanganku gemetar menekan tuts keyboard yang mulai terasa asing. Akankah kamu menarikku ketika tulisanku sudah mulai berbayang ketika air mata ini menggenang?

Lelakiku yang beralis setebal ulat bulu, kamu tahu bagaimana sakitnya aku ketika berpisah denganmu? Bagaimana aku harus menanggung rasa pedihku berpisah dengan sosok yang aku cintai kali ini? Sosok yang tidak pernah melebihi dirimu karena ia sungguh berbeda denganmu, sosok yang kucuri tatapan matanya ketika lelap, kudekap tubuhnya untuk terus merasa hangat, kusita suaranya untuk mengecap manis bibirnya.

Sekarang ia pergi, sayang. Pergi karena aku mengejar sesuatu yang sangat aku sukai. Pekerjaanku. Pekerjaan impianku. Pekerjaan masa depanku. Aku egois, kah?

Aku mungkin akan mengulangi kesalahan yang sama dengan saat itu, sayang. Saat dimana aku memilih mengikuti ujian dibandingkan bertemu denganmu dan menonton film taxi, sebuah kesalahan yang membuat aku selamanya tidak pernah mampu meraba bibir merah mudamu.

Bagaimana harus kukatakan? Kalau aku harus mengundur jam pertemuanku dengan kekasih yang sangat aku cintai sekarang, demi membuat diriku merasa berharga, sekali lagi, dengan melihat kembali stopwatch, buku-buku tes, lembar jawaban, respon, wajah-wajah yang mungkin akan kutemukan di kampus ternama.

Bagaimana harus kukatakan bahwa aku sangat mencintai pekerjaanku, di sisi lain aku juga mencintainya, dengan cara yang berbeda? Bahkan aku rela tidak menerima sebuah kertas tanda pembayaran gaji untuk mengerjakan pekerjaanku sekarang. Jujur, aku sangat kecewa... Terkadang aku merasakan ia tidak mengerti pekerjaanku, impianku menjadi tester, menjadi seorang psikolog. Kadang-kadang ia kurasa terlalu memaksakan pemikirannya, tidak asertif, dan tidak mampu menerimaku apa adanya.

Namun kali ini, aku benar-benar sedih. Rasanya seperti membayangkan menjadi ibu rumah tangga yang terkungkung di balik isu gender yang selama ini aku tentang. Ilmuku akan hanya sampai bagaimana menjadi ibu rumah tangga yang baik, setebal buku 500 halaman, berisi teori tentang marriage, gender, menua, memahami orang lain, ketika pikiranku nantinya mulai digerogoti demensia. 4 tahunku terbuang cuma-cuma di mata kuliah teori, rasanya seperti seharusnya aku ikut kursus masak ala ibu-ibu rumah tangga, meronce, merajut, menyulam, mengasuh anak, suami, lalu mati. Kemudian ia datang dan memuji masakanku, meminta dipijat lelah bekerja, memberiku kartu kredit untuk berbelanja, kemudian menonton sinetron jika dia tidak ada, pergi jauh melaksanakan tugasnya, bercengkrama dengan orang lain dan berbagi pengetahuan, sedangkan aku akan berbicara pada dinding-dinding yang bertelinga, gosip ibu-ibu rumah tangga tentang si anu dan si itu. Sesuatu yang sudah bisa aku analisa lewat teori behavioral yang aku pelajari. Rasanya tangan dan kakiku sudah terantai habis saat aku menangis, sayang. Sudah kamu lihat amarah dalam kecewaku?

Sayangku, lelakiku. Bisakah kamu tetap mengatakan padanya bahwa aku mencintainya, bahkan sangat mencintainya, lebih dari dirimu? Bahwa aku rela mengorbankan waktuku, dan diriku, hanya untuk membeli jam dimana aku bisa berkumpul bersamanya, lebih darimu yang tak pernah kutemui?

Aku sedang berharap sambil menatap layar kaca telepon genggam di tanganku. Berharap semuanya baik-baik saja, berharap ada nomor yang aku kenal memanggilku dari seberang sana, berharap dia menelponku dan mengembalikan nada suaranya yang manja, mesum, genit, nakal, bijak, tampan, manis, ketus, dan berkata padaku.. "Sayang..."

Katakan padanya bahwa aku mencintainya meskipun ia membenci aku bekerja. Katakan bahwa keinginan aku bekerja sama dengan keinginannya menjadi dokter yang hebat diluar sana. Katakan bahwa aku sudah menggantungkan mimpi yang sama sejak lama. Mimpi yang aku sandingkan berdekatan dengan mimpiku bersama dirinya, selamanya.

tuhan yang sangat baik

terima kasih telah mengabulkan doaku, doa yang kubisikkan diam-diam di tengah kebaktian minggu yang kudatangi.

tuhan, aku percaya kamu masih mengingat doaku, karena doaku hanya satu itu saja, dan kuulang setiap kali aku datang kepadamu.
tuhan yang baik, sangat baik dengan dua jempolku teracung untuk memujimu. aku selalu datang ke hadapanmu untuk dua hal. meminta dan berterima kasih. terima kasih untuk waktu yang kamu berikan untuk kami, dan meminta waktu yang lebih lama lagi.
permintaanku tidak sulit bagimu, kan?
In nomine patris, et fili, et spiritus sancti. Amen.
___________________________________________
tuhanku yang maha pengasih lagi maha penyayang, jangan marah padaku.

Aku tidak pernah menduakanmu untuk tuhan lainnya, jadi jangan cemburu. aku tidak meminta apa-apa darimu karena aku telah memilikinya. maka, nikmat tuhan yang mana yang hendak aku dustakan?
tuhanku yang maha memberi pertolongan, aku sebenarnya selalu  merindukanmu. kadang-kadang aku ingin sekali bersandar di bahumu, justru  ketika aku sedang meminta kepada tuhan lainnya.

pada tuhan lainnya aku akan mengedip-ngedip manja meminta, kadang memelas atau menangis, tapi padamu, aku hanya akan diam dan mengatakan, “aku pulang”, dan kau hanya tahu aku pulang dengan kelelahan yang menumpuk di bahuku. yang paling aku rindu darimu adalah, ketika kau melihat ke arahku dan berkata, “cepat pulang”.
kau mungkin cemburu, tuhan. tapi aku tahu kau maha mengerti. Tuhan, kabulkanlah doaku.

Amin ya rabbal alamin.
___________________________________________
tuhan. aku bandel, ya? 

tapi, aku tengah mencari jalanku sendiri. aku tidak meninggalkan remah roti di jalan dalam perjalananku kali ini, sehingga aku tidak bisa kembali ke jalanku sebelumnya.

namun, beri aku jalan di depan, jalan kemana seharusnya aku melangkah. Untukku, jalanku kali ini adalah dengan berjalan berdua dengan orang yang sangat aku cintai.

Dan aku menyakini bahwa engkau mencintainya juga.

Terima kasih, tuhan.

Aku tengah berjalan dalam sebuah lorong tak terbatas. Setidaknya, aku belum melihat dimana ujungnya. Di lorong tersebut aku melihat banyak sekali pintu. Pintu-pintu itu berwarna putih gading dengan gagang berwarna coklat keemasan.


Beberapa pintu bertuliskan angka, beberapa lagi penuh dengan nama, beberapa ditulis dengan kata-kata yang aku tidak pernah lihat sebelumnya, beberapa lagi rasanya sangat dekat denganku, namun tidak tahu apa.

Aku berupaya menyeimbangkan langkahku melewati lorong panjang yang suram. Kadang aku menempelkan telingaku di pintu-pintu tersebut, berharap mendengarkan sesuatu apapun, setidaknya menghilangkan rasa penasaranku terhadap isi dibalik pintu tersebut. Kadang-kadang aku mendengar suara angin, kadang badai, kadang-kadang aku mendapati tetesan air di sekitar pintu. Aku berjalan limbung.

Beberapa kali aku mencoba membuka pintu-pintu yang berbeda. ada pintu yang tidak bisa dibuka sama sekali, ada pintu yang setelah dibuka hanya menyisakan tembok tebal, seperti hendak menipuku, dan ada pintu dimana aku melihat pintu-pintu lain membentang tak terbatas, ada pintu dimana aku mendapati sebuah kaca yang besar memantulkan bayangan diriku. Dan hal itu membuatku sangat takut.

Ada sebuah pintu yang bersinar-sinar. Ada pintu yang menyisakan aura kegelapan.
Aku hanya berani mengintip. Mengintip salju, mengintip luka, mengintip api, mengintip padang rumput, mengintip rumah, mengintip laut, mengintip bintang, bulan, meja, kamar, kuburan.

Pada akhirnya aku menutup semua pintu itu dan berjalan menyusuri lorong.

Pintu-pintu itu adalah memori.
Memoriku.

Dan aku menutupnya rapat-rapat. Meski kadang beberapa tertinggal nganga di belakang, menarikku untuk kembali.

Aku...

Aku...
hanya ingin sekali pulang.

Aku ingin sekali keluar dari basa-basi drama menyedihkan ala keluarga. Ups, salah... ala Mama
aku masih ingat rasanya meringkuk dengan mata berair di atas ranjangku semalam, bersama kedua adikku yang tengah jengah, dalam 1 ranjamg yang sama. Bejejer layaknya ikan asin sedang dijemur. Mama berhasil menguras habis keinginan kami untuk bergerak, sehingga kami memutuskan untuk tidak melihat apapun, tidak mendengar apapun. Kami memutuskan untuk tidur.

Aku bisa saja berpaling dan benar-benar pergi. Impian seorang gadis kecil sepertiku adalah dibawa pergi dari rumah. Wussh... Hilang. Aku bebas.

Aku selalu suka bertengkar dengan Mama. Rasanya seperti badai. Aku suka. Ini lebih menyenangkan daripada harus naik Hysteria atau Tornado. Ini seperti sinetron dengan pemain protagonis terjebak dalam drama peperangan dua kubu antagonis.

Tapi bukan pada saat seperti ini. Saat aku harus diam meringkuk di kamarku setelah selangkah lagi bersiap memindahkan barangku ke kost-an yang baru. Wajahnya murka, seperti dewi Durga yang menginjak suaminya, Siwa.

Ini hanya membuatku semakin terluka. Aku harus menahan diriku agar tidak jadi gila. Meskipun aku sangat menginginkannya.

Aku hanya ingin tidur nyenyak di kamarku sendiri. Aku ingin merasa kesepian. Aku ingin pergi. Sangat ingin.

Aku meringkuk dan menghapus airmataku sendiri. Mama selalu marah jika aku menangis. Aku tidak mau menangis, aku tertawa. Dia lebih marah lagi. Aku diam, melemparkan tatapanku kepadanya. Tak bergerak. Dia semakin marah. Aku melemparkan tatapanku ke arah lainnya, dengan seulas senyum tipis. Dia menjadi-jadi.

Aku bangga. Di satu sisi aku sangat terluka.

Aku merapikan rambutku yang menjuntai sampai ke punggung lewat kaca spion mobilnya. Kami baru saja sampai di sebuah Hotel bernama Grand Paradise. Malaikat tersayangku, membukakan pintu dan meminjamkan tangannya untuk membantuku turun. Udara lembang yang dingin terkalahkan dengan indahnya pemandangan hotel ini. Klasik, elegan, anggun.

Aku langsung menyukai tempat ini. Kami tengah melakukan survey untuk honeymoon kami yang entah sudah keberapa kali. Aku langsung mengangguk setelah disambut gerbang dengan pahatan dua dewa di kanan kirinya. Paradise. Tepat. Ini seperti surga.

Jalanan menurun dihiasi patung penyangga lampu. Malaikatku merangkul pinggangku sambil sesekali menatapku dengan tatapan cintanya. Jemariku menyusuri lekukan patung-patung yang terpahat di dinding. Agak kasar konturnya, namun konsepnya sudah baik


Menyusuri bagian dalam, menapaki satu tangga ke bawah, aku mendapati sebuah ruang makan, restauran. Dinding-dindingnya dihiasi berbagai pahatan: Da Vinci salah satunya. Langit-langitnya dihiasi berbagai lukisan. Meja panjangnya bening dengan hiasan pasir dan pernak-pernik laut. Kami dihidangkan dua gelas jus strawberry segar dengan selasih. Sementara kami duduk dan memesan makanan, angin bertiup dari sebelah kiri, tempat dimana kami bisa menikmati air terjun yang beradu dengan batuan. Aku makin menyukai tempat ini.

 Tepat sebelum mushroom soup disajikan ke mejaku, aku mengecup bibir malaikatku dengan lembut. Dia mengedipkan mata menggodaku. Pipiku panas. Aku malu.

Tepat sebelum matahari tenggelam, kami menuruni satu tangga lagi. Terhampar taman yang indah, serta kolam renang beserta perosotan peluncur yang tinggi. Di dalamnya terdapat kolam air panas. Lampu mulai dinyalakan. Tempat itu mulai terasa remang. Aku berdiri tepat dibawah sebuah patung yang sangat besar. Menengadah, menyaksikan sebuah patung besar yang aku tidak tahu namanya. Bukan chimera, bukan griffin, bukan sleipnir. Patung berbadan naga itu menjulang dari atas seperti merayap ke bawah. Berkepala kuda, berkaki bebek. Berwarna kuning keemasan dengan beberapa sisik naganya kehitaman. Cantik sekali

Well planned, baby. Can't wait till that day come.

Laba-laba black widow mempunyai struktur tubuh yang berbulu dan lebat, serta warna pekatnya yang hitam menyelimuti tubuh dan 8 kakinya.
Sekian penjelasan tentang laba-laba hitamnya, lalu dimana gelar janda – widow diberikan?
Jelas karena laba-laba ini menjadi janda, literally. Laba-laba ini bertahan hidup saat mengandung, dengan memakan protein yang tinggi untuk anak-anaknya, ya, suaminya sendiri. Mari kita lihat dari sisi heroiknya, laba-laba hitam yang rela mengorbankan dirinya untuk memenuhi kebutuhan istrinya. Sudah kelihatan heroiknya, belum? Kalau sudah, mari kita beralih ke versi dasarnya. Laba-laba black widow yang tidak tahu berterima kasih, bahkan menjadikan suaminya menjadi santapan lezatnya ketika dia sedang menginginkannya, supaya anak-anaknya tetap hidup.

Sungguh dibalik hal tersebut terdapat kebesaran Tuhan Maha Agung: rantai makanan yang tak putus. Sari pati dan makanan disantap lebah, lalat, dan kumbang. Ketiganya disantap dalam jebakan laba-laba. Laba-laba disantap oleh istrinya sendiri.

Mungkin saya agak ekstrem. Namun mari diaplikasikan ke dunia nyata, karena manusia lebih ekstrem lagi daripada laba-laba. Adakah kawan-kawan yang merelakan pasangannya, demi hidup bersama laki-laki dan membuat suatu kreasi luar biasa yang disebut anak?

Baik. Baik. Cukup ofensif, saya mengerti, mari dibalik lagi.

Adakah kawan-kawan yang merelakan suami dan anak-anaknya, demi hidup bersama perempuan untuk kebahagiaan dirinya?

Kawan, mari kembali ke rantai makanan. Akankah kita menjadi manusia yang tidak bermartabat dengan cara saling tikam, saling santap, saling bunuh dengan label tujuan maha dahsyat, kebahagiaan? Akh, mari sedikit berteori, sebelum saling berkonspirasi. Kebahagiaan adalah menyadari apa yang kita miliki sekarang, mensyukurinya, dan berbuat kebaikan untuk sesama.

*sumpah ini bukan kata-kata saya, ini kata-kata perempuan heroik saya. Dia memang lihai menampar saya dengan kenyataan

Siapa yang bilang meninggalkan masa lalu itu mudah?
Tidak mudah, sangat tidak mudah
Tapi apa yang membuatnya mungkin?
Usaha.
Bukan, bukan usaha untuk melupakan, bye-bye, you're off, I don't know you~ (tears falling, screaming out loud)
Stop, di Indonesia sudah banyak sinetron menye-menye

Berapa orang yang masih gatal membuka FB dan melihat-lihat profile dan wall, dan yah.... beragam lainnya dengan sejuta alasan yang dikarang-karang.
Berapa lagi yang gemas setiap kali melihat namanya muncul dengan icon senyum di YM dan langsung berinisiatif untuk mengirimkan pesan yang tidak tanggung-tanggung, a "BUZZ"
Berapa lagi yang tetap mengirimi surat, menulis wall, meskipun dirinya tahu bahwa orang tersebut sudah melanglang buana entah kemana, atau menghilang selamanya?

Aku pernah melakukannya, jadi aku juga tahu rasanya.
dan menurutku hal itu tidak membuat kita menjadi bodoh.
Hal itu hanya membuat kita menjadi lebih manusia.


maka, satu-satunya usaha adalah usaha untuk merelakan dan melepaskan.

seperti saat kita susah payah membuat pesawat dari kertas,
dan menerbangkannya,

kita menerbangkannya, jauh, tinggi...
meski kadang ketika pesawat ringkih itu terjatuh, kita masih memungutnya, dan menerbangkannya kembali.

tapi pesawat itu hanya butuh tempat yang cukup tinggi untuk terbang jauh, dia tidak butuh kita ketika dia mendarat di tempatnya sekarang.

Kita hanya perlu menerbangkan pesawat kertas itu cukup tinggi, dan mendoakannya sampai ke tempat yang dia inginkan.

meskipun di ujung sana kita tahu dia akan jatuh lagi, dan mungkin terinjak, atau mungkin koyak karena hujan.

tapi kita tidak perlu khawatir, pesawat itu telah terbang, tidak ada gunanya menerbangkan dia untuk yang kedua kali, atau ketiga kali.

dan sekalinya pesawat itu mendarat, itulah suatu ketetapan.

Mungkin dia akan berada disana dalam jangka waktu yang lama. Atau angin akan membawanya entah kemana. 

Yang harus dilakukan hanyalah menampilkan senyum manis sambil melambai ke arahnya.



Dadah.... 



Whooooosh.....



Aku sudah menerbangkan pesawatku.



Selamat tinggal.

Tidak,

Selamat jalan...

Good night, Freya Valkyrie. Your love for Loki is no longer exist.

Good night, Freya. No need to settle down your heart looking for Brisingamen.

Good night Lady Freya, war is nowhere but your head, war is nowhere but your heart.

Good night, thank you for your help, I love every inch of you, as I love mine.

But Milady, heart is nowhere but in my beloved's.

I am my beloved's and my beloved is mine

dan... bagaimanapun aku marah padanya, entah kenapa aku tak pernah bisa melepaskan ia dari pelukku.

Tuhan, aku mau berdoa

Tuhan, aku ingin punya imam. Aku ingin punya imam saat aku bersujud kepada-Mu, saat aku mengangkat kedua tanganku dan menundukkan kepalaku saat berdoa, dan saat aku mencium tangan lembutnya sebelum melipat sajadahku. Atau saat menciumi kepala anak-anakku yang masih belajar mengeja A-Ba-Ta

Tuhan, aku ingin bangun sahur lebih awal untuk memasakkan makanan untuk suamiku dan anak-anakku. Aku ingin sibuk menyiapkan tajil sebelum suamiku pulang kerja, dan saat anak-anakku sibuk berebut remote TV menonton film kartun kesukaan mereka.

Aku ingin bisa melihat mereka manyun kelaparan saat melihat detak-detik jam yang melambat. Ingin menyiapkan sajadah sebelum mereka berlarian menuju masjid di dekat rumah untuk tarawih.

Ingin membangunkan mata-mata kecil yang menahan kantuk pada jam 3 pagi, dan menyuapi mereka perlahan-lahan, sampai menidurkan mereka kembali ke kamarnya masing-masing.

Aku ingin menemani mereka mengangkat bahan makanan --beras, minyak, mi, gula, kecap,
yang setiap tahun dibagikan untuk mengajarkan mereka berbagi dengan tulus dari rumah ke rumah.

dan mengajak mereka membuat kue kering, sambil mengganggu mereka dengan tepung dan gula di dekat pipi mereka yang bulat.

Aku mau mengajak mereka mengisi ketupat, meskipun beras berserakan dimana-mana, dan membangunkan pagi-pagi untuk menyantap makanan sebelum sholat ied berlangsung.

Aku akan menggandeng mereka pulang, dan membiarkan mereka mencicip kue lebaran satu per satu, setelah mereka menciumi kedua orangtuanya dan meminta maaf, seraya aku membelai lembut rambut mereka dan menciuminya tak henti.




Tuhan....


aku tak ingin mengamini doaku sendiri.

Luka di tangan karena pisau, luka di hati karena kata

Akh, aku payah.

Aku lebih senang ditampar daripada harus mendengar kata-kata kasar.




Puasa-buka-ngen***-besoknya puasa lagi.
Berasa suci aja.
Munafik.
Piaraan-piaraan kamu.
Kamu harusnya malu.
Muak.
Kamu memang... artis. 
Silakan olahraga ranjang bersamanya.
Good job, go get him, play with his d*ck
Kamu ga ada usaha. Lagi-lagi.
Maaf aku ga denger. Mungkin maknyanya ketutup sama segala jawaban dan argumen kamu.
Kamu ga perlu tau
Ngajak aku ke dance floor, dan aku mabok, ga tau lagi ngapain. Atau ngajak aku ke kamar.
Bullshit.
Putusin aja
Bajingan



 dan ketika semua kata-kata itu keluar dari bibir seseorang yang selalu aku sayang...

rasanya seperti...













entahlah...

Kalender di meja kerjaku sudah melapuk. Ah, sudah berapa lama aku tidak memeriksanya?
Bulan Juli sudah datang, waktu sudah terlalu lama mempermainkan aku rupanya...

Badai bulan Juni sudah berlalu. Mungkin beberapa tanaman akan koyak. Mungkin beberapa bahkan sudah tidak terselamatkan
atau mungkin beberapa benih akan tumbuh setelah dibawa badai jauh kemana

Aku ingat kalender harian di rumamu, kalender kertas zaman dulu dimana kamu harus menyobek halamanya setiap pergantian hari.
Sudah setahun, dan aku berupaya masih dengan setia menyobek rindu yang makin hari makin menumpuk dengan pekerjaan setumpuk.

Kamu ingat bunyi gemuruh yang tiba-tiba datang di tengah siang yang terik?

Rasanya seperti rindu yang bisa tiba-tiba menusukmu dari belakang.
Kamu hanya diam, membiarkannya menancap perlahan sembari merasakan perihnya perlahan.
Mungkin aku bisa mati karena merindumu.
Hanya karena merindumu.

Sudah setahun berlalu, sayang.
Apakah aku jadi lebih pemarah?
Apakah aku terlihat lebih cuek?
Atau kamu tidak bisa menemukan alasan kenapa aku menarik di matamu?
Apakah rasa melapuk seperti kertas kertas yang makin bertumpuk?
Atau tidak ada hal-hal kecil yang manis setiap hari?
Atau aku hanya tidak mengerti apapun tentangmu?
Mungkin aku tidak secantik waktu pertama kita bertemu, setahun lalu?

Aku menekan-nekan kepalaku yang berdenyut. Berapa lama lagi aku harus menahan tangis ketika harus melambai pergi dari pelukanmu?

Sayang, ini bukanlah surat yang sempurna yang dibangun dengan kata-kata mutiara.
Aku tidak bisa.

Tidak bisa tidak mencintaimu.


Setahun lalu, genggam yang berbeda, cinta yang sama, bahkan lebih besar setiap harinya

sudah berapa lama waktu berdetak?
sudah berapa lama aku kehilangan otak?
 
aku bahkan lupa kalau ia memiliki sayap
seharusnya dia terbang, seharusnya dia pulang
karena sayapnya sudah gerah bersarang

Ah, sudah berapa lama aku tidak berotak?
Sudah berapa lama dia tidak berontak?
 
Mungkin yang namanya cinta adalah duri-duri yang mengikat sayapnya hingga gurat-gurat merah memberi warna pada mawar.

sudah berapa lama aku membiarkan dia, 
atau mungkin memaksanya bersarang?
mungkin terlalu lama hingga aku tak membiarkannya terbang

aku tahu apa yang selama ini membuatku kaku.
 
kesempurnaan.
 
aku selalu menampilkan cinta merah muda, sementara murka kupendam diam-diam dalam luka, tidak kusaji seperti dulu, seperti luka yang kubiarkan nganga.

Aduh, aku tertampar. Merasa tertampar. 
Tidak, tidak  sakit. 
Perih, sedikit menyayat. 
Tapi tidak apa-apa, mungkin aku yang harus meredam, atau aku yang harus berendam.

Lukaku tidak seberapa dibanding lukanya.
 
Sudahlah, aku sendiri saja. Aku memang tidak bisa apa-apa, kembalikan saja aku ke rahim ibunda hingga menua.

Halo,  sayap-sayap putih gading yang luar biasa. Lihat, sayapmu sudah tumbuh menjulang ke angkasa.

Saya undur diri, mungkin katamu ini adalah sebuah drama. 
Tapi begitulah hidup saya, saya tidak perlu tepukan tangan. 

Saya hanya perlu belajar untuk tidak mencintai seseorang terlalu dalam. 
Saya harus belajar bahwa saya hampir tidak punya otak. 
Saya belajar menjadi seorang istri yang mana masih sangat jauh dari tangan saya.
Saya masih harus belajar menundukkan kepala dengan hormat dan sungguh-sungguh. 
Saya harus belajar untuk tidak menangis. 

Bahkan saya harus belajar untuk mengucapkan halo tanpa terbata.

dan saya harus belajar realita, kalau-kalau saya hanya tempat persinggahan sementara.

Yak, selamat datang di minggu ujian!

Bagaimana tidak?

Bulan ini aku diuji dengan setumpuk makalah dan ujian tertulis super parah di akhir semester, ditambah kompre, dimana aku harus mempertanggung jawabkan alat ukur layaknya mempertanggung jawabkan skripsi di depan 2 dosen penguji. Ini adalah ujian nomer 1.

Bulan ini adalah bulan ujian. Bulan ujian harus berhasil dilewati dengan baik.

Tapi tenang, aku pasti lulus ujian nomer 1. Karena ujian harus berlalu dan aku harus bisa, pasti bisa!

Karena kamu selalu mengirim doa dari ujung sana yang selalu masuk lewat getaran HP ketika aku sedang ujian.

"ALL THE BEST!" katamu.

Tenang, aku akan benar-benar lulus ujian nomer 1.

Karena aku sempat mencuri waktu mepet sebelum ujian dengan belajar dan mengulang2 bahan saat kamu pergi kuliah dan meninggalkanku sendirian di kamar.

Merenung.

Eh, membaca slide, merangkum, mengulangnya, bahkan di bus perjalanan pulang ke jakarta. Hal itu adalah kompensasi aku yang melarikan diri ke tempatmu untuk menemuimu, sih.

Bulan ini aku juga diuji oleh ujian lainnya, hati. Ini ujian nomer 2

Kamu tidak mungkin lupa dengan kecemburuanmu dengan lelaki yang pernah aku taksir waktu SMP ini dan mulai mendekati aku sekarang-sekarang ini.

Oknum yang satu ini memang cool, baik, perhatian, dan bikin kamu pusing kepala kalau aku lagi wawancara dengan dia, lagi jalan, dijemput atau makan dengan dia.

Tapi tenang, sayang, aku pasti lulus ujian nomer 2.

Karena setiap kali bertemu dengannya, aku membahas pacarnya, atau pacarku, yang sudah dia lihat fotonya di Facebook, ketika aku menulis in a relationship with you, di facebook asli, ya sudahlah.

Dan jangan pusing pusing kepala, aku suka flirting tapi tidak suka dia karena dia tidak bisa menulis Immediate dengan menggantinya dengan Immadiate, dan banyak kesalahan penulisan bahasa Inggris lainnya, luntur deh coolness and kindness nya.

Lagipula, kalo aku jalan-jalan sama dia, aku jalan untuk nyariin headset bluetooth buat kamu, beliin buku kuliah buat kamu, terus kamu kamu kamu kamu kamu dehhhh.

Ujian hati nomer selanjutnya juga ada.
Mungkin karena aku terlalu sexy, darling. (Kecup kamu ahhh).

Dengan lelaki satu ini yang kualitasnya oke punya.
Lulusan ITB, kerja di Pertamina, Jakarta. Perhatian, manis, humoris.

Tapi ooh sayangku, dia memang sering sms aku untuk bilang semangat ujian ini itu, tapi tidak ada yang mengalahkan dahsyatnya kegantenganmu dan caramu yang berbeda untuk memberiku semangat.

Jadi aku lulus ujian nomer 3 nih yaaaa...

Sayangku, ujian yang terakhir ini yang sangat berat.
Aku takut aku tidak bisa lulus, hanya lolos jadinya.

Ujian nomer 4 yang paling berat adalah Kangen. 
Rindu.

Iya, bayangkan betapa sibuknya dan berbedanya jadwal ujian kita sehingga kita tidak bisa bertemu.

Ah, aku kan rindu pelukmu, kecup lembutmu, kamu.

Ujian nomer 4 paling berat karena kita terbiasa untuk bertemu minimal 2 minggu sekali.

Nah, kalau tidak bertemu lebih dari itu?
Kita masing-masing tau betapa masam wajah kita saat di telpon dan mendengar kata maaf, disisi lain menangis hanya untuk bilang "aku kangen".

Huaaa. Aku kangen. Ini mah tidak bisa lulus ujian kalau begini.

Tapi kalau tidak lulus, harus remedial, atau mengulang tahun depan, atau dan sebagainya.

Karena aku tidak mau, lebih baik lolos saja minimal.

Aku tidak lulus ujian nomer 4 dengan sempurna.
Kenapa? Aku kangen berat, jadi aku harus ketemu kamu, ya.

Tunggu kedatanganku di Bandung lagi, ya.

Kecup kecup kecup kecup dan banyak kecup lainnya
Happy 11th monthliversary, Honey Bear..


Sekali lagi aku LULUS, LULUS ujian seleksi menjadi pendampingmu
Yaaay!

BUK! Aku merebahkan diri di tempat tidur setiap melihat ke tumpukan tugas yang tak kunjung usai dan tidak berniat kukerjakan. Badanku lemas melihat modem Speedy yang rusak, dan laptop yang cenat-cenut.

Aku menutup mata. Membayangkan kalau jari-jemari ini masih punya waktu untuk menciumi keyboard dan mengetik dengan otomatis. Ah, heaven!

Tapi aku tau aku tidak boleh melewatkan hari untuk kembali menulis. Kalau tidak, ya, seperti ini. Menumpuk seperti lemak di perut..... Aaaaaaaaaaaaaaaaa.....

Aku bingung harus bercerita dari mana. Pokoknya romantis sampai aku kehabisan kata-kata! (alasan)

Kamis itu, hari ulangtahunku. Aku sudah mewek, membayangkan kamu yang datang terlambat, atau bahkan tidak bisa datang. Bukan.... Aku bukan anak manja yang ingin sekali dan mewajibkan pacarnya datang di hari ulang tahunku. Tapi.... aku sudah berjanji dan mem-book ruangan klinis untuk tugas asesmen tes Rorschach yang jarang sekali boleh melibatkan orang luar.. Dan aku sudah menjanjikan teman-temanku akan mendapatkan partisipan super spesial dari Fakultas Kedokteran, pacarku!

Aaah, tahukah kamu, sayang? Aku rasanya ingin menangis saat teman-teman KAUP ku membelikan blueberry cheesecake dan menyanyikan lagu selamat ulang tahun. Baru kali itu aku merasa sangat sedih, ternyata diam-diam aku berharap kalau kamu sudah tiba.

Aku menggelung malas. Kuhabiskan waktu berkumpul di ruangan penuh dengan skripsi dan tesis di perpustakaan. Bercerita. Tertawa. Berharap.

Sebelum akhirnya kamu muncul dan membuatku beku. Literally Freezing!

Gila.
Siapa yang tidak bengong dan bingung ketika melihat pacarnya ternyata bekerjasama dengan teman-temannya dengan sempurna?

Kamu datang dengan sebuah kue dengan lilin berangka 2 dan 0, sekuntum bunga mawar merah yang merekah, dan memetik gitar memainkan lagu "Best in Me"

AKU BERHENTI BERNAFAS!

dan yang bisa aku lakukan hanyalah menepuk-nepuk pipiku, memastika aku masih hidup dan tidak bermimpi, sambil berlari ke arahmu dan memelukmu super duper erat di depan teman-temanku. Masih di ruang skripsi dan tesis perpustakaan. Dasar gila!

Ya, dan kita berhasil membuat teman-temanku iri, dan galau... Hahaha....

Ya, kamu seperti pangeran tampan luar biasa sempurna yang datang untuk menculikku hari itu, dengan kuda putih.... emmm.... mobil deh, dan membawaku pergi. Yay!

Next Destination : Bandung!


Aku tidak tahu harus berkata apa lagi selain puja puji syukur diberikan hari libur yang panjang.

20th birthday,
dan 10 montliversary


aku hanya berucap syukur akan cinta yang begitu besar yang sudah diberikan kepadaku, dan kepada kami berdua, sehingga aku tidak meminta apapun selain kebahagiaan orang-orang yang aku sayangi.


Fiuuuuuh...
Dalam tiupan lilin dan doa samar-samar, aku melihat dunia tersenyum

(Amin)

Sewaktu kecil, aku senang sekali bermain lego. Tumpukan semakin tinggi, dan semakin kuat. Namun yang aku bangun hanya itu-itu saja. Benteng, pagar, benteng, pagar, benteng, pagar.


Ya, aku membangun batas-batasku sendiri. Membuatnya sekokoh mungkin, membuatnya setinggi mungkin.
Aku susun supaya terlihat indah dari luar, berwarna warni, menarik. Cantik. Padahal di dalam, aku tengah menambal lorong-lorong yang hampir rubuh. Menahan dinding yang hampir luruh. Dan menangis.


Aku benci menangis. Meskipun aku seringkali gagal menahan bulir air mata meluncur turun dari pipiku. Menetes, atau bahkan membanjir. Dalam diam. Aku berusaha menangis dalam diam. Menelan sesenggukan. Menelan semua suara.


Dan malam ini aku luruh. Seperti tumpukan stacko yang tinggi sekali,






namun kemudian rubuh.


Aku kembali menangis. Dalam diam.


Kadang-kadang aku takut menangis. Eh, seringkali. Aku dipaksa diam, terpaksa diam, kemudian terbiasa diam.


Aku hebat, aku hebat, aku hebat, karenanya... tidak boleh menangis.
Aku keras kepala.
Aku egois


Aku...
Aku....
Kembali membangun tumpukan bata, menjadi benteng, pagar, benteng, pagar.


Sampai akhirnya aku benar-benar menangis.


Rindu.
Sangat rindu.


Maka aku membangun sebuah pintu,
dan jendela.
dan aku bersembunyi di balik tirai, dan berharap.


Ketuklah, ketuklah, ketuklah dan datanglah.
Carilah, carilah aku.


Aku rindu, sangat rindu.


Aku merobohkan semua bangunan benteng dan pagar, benteng dan pagar.
Sekarang hanya ada aku, sebuah pintu, dan sebuah jendela.


Aku rindu, Aku rindu.


Maaf, aku harus membukakan pintu.
Karena hanya dia yang membawa kuncinya.

Sembilan bulan.
Aku masih menyelinap diam-diam ke kamarmu,
masih mengendap diam-diam ke mimpimu,
dan masih diam-diam bersembunyi di balik selimutmu.

Sembilan bulan.
Aku sudah merelakan mimpi-mimpi kecilku
aku masukkan mimpiku ke dalam botol kaca,
membekukannya ke dalam lemari es.

Sembilan bulan.
AKu sudah mengikat diriku sendiri,
dengan sebuah pita merah yang manis,
tinggal memasukkan diriku dalam sebuah kotak,
dan mengirimnya ke tempatmu.

Aku masih merayu malam,
datang lebih cepat,
dan pergi lebih lambat.

Karena aku ingin sekali memelukmu erat-erat.


Dan lihat, perutku menggembung. Isinya mimpi-mimpi tengah malam kita. Dimana kita bisa berbaring bersama sambil bercerita.

p.s :
Terima kasih untuk boneka pandanya, sayang
dan untuk doa-doa yang menemaniku saat ujian!


Selama dia menghilang, aku hanya bisa mengajak bicara sebuah simbol lingkaran serupa wajah berwarna abu-abu, yang matanya terpejam itu. Statusnya yang tertera di sana masih sama dengan kemarin sampai satu bulan sebelumnya,

Offline - Not available - Invisible

Orang yang masih waras tidak mungkin melakukan itu. Atau, mungkin tidak melakukan itu.
Aku memang sudah tak waras lagi - semenjak kepergiannya.

Beberapa bulan lalu, ia pergi tanpa memberi kabar atau kata perpisahan. Padahal, dulu ia berjanji akan memberi tahu kapan ia akan pergi dan akan tetap mengirimk kabar selama ia berada di Negeri Kincir Angin.

Akan tetapi, janji itu sama sekali ia lupakan, atau ia cuma pura-pura lupa.
Aku tidak tahu mana yang benar.


Maka aku, yang ditinggalkan tanpa sepatah katapun, memulai hidup dengan tema baru : GALAU. (ya, bold-italic-underline)

Selama ia menghilang, aku tetap mengirim pesan padanya lewat facebook.
Aku bercerita tentang kehidupanku.
Tentang kisah asmaraku dengan junior kampusku yang kandas di tengah jalan.
Aku juga bercerita tentang acara gathering dengan teman-teman d
i Bandung.
Aku mengucapkan selamat tahun baru.

Tapi, hasilnya nihil. Ia tetap membisu. Sama membisunya dengan simbol lingkaran serupa wajah berwarna abu-abu, yang matanya terpejam itu.

Lingkaran wajah itu sama sekai tidak pernah beruba
h warna menjadi kuning!
Aku sampai gila menunggunya berubah warna.

Sekarang, aku masih tetap mengajak bicara simbol lingkaran s
erupa wajah berwarna abu-abu, yang matanya terpejam itu. Aku yakin, orang yang masih waras tidak akan melakukan hal serupa. Sayangnya, aku memang sudah menjadi gila semenjak kepergiannya.


p.s :Ditulis untuk B.S.

Akhirnya, simbol lingkaran serupa wajah itu kini berubah warna menjadi kuning. Ia kembali bernyawa!

Mungkin senyumku lebih lebar daripada simbol smiley yang ada di layar kotak yahoo messenger-ku

Selamat datang kembali, ehm, teman. Jangan pergi tanpa kabar lagi, ya..! ;)

Selamat ulang tahun, anggota paling keras kepala di lingkarbianglala. Well, yah, kita satu sama, dimii.


Ingat bagaimana caranya kita bertemu kembali?


Yah, harusnya kita berterima kasih pada jabatan ketua yang akhirnya kembali menyatukan kita setelah perang panas selama setahun terjadi. Aku menyumpah nyumpah kesal ketika Arco bilang kamu adalah ketua bidang lainnya, dan artinya, kita memang harus sering bertemu dalam rapat singkat luar biasa para tetinggi. Dan aku, menurunkan egoku untuk turut memberimu ucapan selamat, kepada ketua baru, dan sapaan klise, semoga kita bisa bekerja sama.


Hey, sudah tua rupanya dirimu, baby sun. Tapi aku akan tetap memanggilmu baby. I know you so well, dim. Tingkahmuuuu ituuu masih kayak anak ABG. Labil syndrome disorder dan Galau random disorder!


Akh, aku belum sempat membelikanmu hadiah, memberikanmu kejutan kejutan kecil di hari ulang tahunmu ini. Tidak bisa juga membungkuskan perempuan itu dengan pita cantik untuk ku kirim ke tempatmu. Tapi please, dim... Tahun ini jangan lupa traktir aku!


Dimii the baby sun. Selamat ulang tahun, selamat bergalau ria memenuhi tahapan perkembangan Erik Erikson, mencari intimacy, mencari love.


Semoga kita bisa terus mendinginkan kepala seperti ini, meskipun kita sudah melepaskan jubah kebesaran kita dan melengserkannya pada dua anak perempuan yang berbeda.


Tetaplah hidup dengan cengiran paling khas dirimu. Dan itu, itu tangan tak usah disilangkan di depan dada. Bukalah sedikit ruang untuk orang lain datang. Aku ingin memelukmu dan menepuk-nepuk kepalamu. Dasar anak kecil yang paling seru untuk di bully.


Delapan bulan adalah simbol cantik keabadian sempurna. Melingkar tak putus, beralur tak henti.
Delapan buatku adalah angka Tuhan, karena tiada mula, tiada akhir, maka kupinjam angka ini untuk melengkapi garis-garis waktu, untuk menghitung kebaikanNya yang tak terbatas, untuk ada bersamamu hingga saat ini.


Akh, sayang. Aku bisa melihat raut raut cemas yang terbaca, ada terjal-terjal yang teraba. Kata-katamu terbata. 
Tidak usah payah kau redam, cinta. Aku bisa melihatnya. 
Dan setiap kali kamu bertanya, "Kok tahu?"
Aku akan selalu menjawab, "Masih istrimu, sayang. Aku tahu"


Kemarilah, sudah lama aku tidak memelukmu lama-lama seperti semalam. Mendekapmu dalam hangat sambil mengelus lembut kepalamu.
aku ingin bercertia tentang sesuatu. Tentang seikat benang. Berwarna merah. 
Red string of Fate.


Tentu kamu tahu ceritanya, sayang? Tentang seutas benang yang diikatkan ke jari kelingking masing-masing. Takdir. Jodoh. Semuanya.
Namun aku tak pernah mengikatnya padamu.


Aku tahu kamu tidak akan asal berasumsi bahwa aku tidak cinta. Tidak akan mengeluh karena aku tidak lagi mengikatnya padamu seperti yang kulakukan pada Sky.
Mari kuceritakan dulu, dan aku tau kamu pasti mau mendengarkan.


Benang itu, red string of fate, pernah kuikatkan begitu keras di jari kelingkingku yang mungil. Benang itu terpisah jarak yang panjang, sehingga benang itu sangat panjang, sehingga seringkali ia tersangkut disana-sini.
Kami kewalahan untuk mengurainya. Begitu kusut, begitu sulit dijangkau, begitu rentan putus. Maka ketika benang itu benar putus, sangat sulit bagiku menggulungnya, yang ternyata telah mengikat tubuhku, membungkusku sedemikian rupa.
Benang merah harapan yang paksa dirajut, menjadi sebuah kepompong, menjadi kosong.


Tahukah betapa nyamannya aku di dalam pupa? Kamu tak perlu mendengar suara yang memekakkan telinga, kamu tak perlu melihat cahaya yang menyilaukan mata, kamu bisa membangun kerajaan besar tempat kamu bisa tertidur pulas dan bermimpi indah.


Tapi untuk bersamamu sayang, aku menyiapkan diriku untuk terbang, dan untuk jatuh. Terbang dengan segala resiko untuk dimangsa, untuk melihat, untuk mendengar, dan untuk berubah.
Aku melepaskan benang yang lama kelamaan melekat seperti kulit, melepaskannya satu persatu dengan sekuat tenaga, mengoyak kerajaan mimpi dalam kepompong yang tebal, merobeknya, memaksa keluar dengan tubuh yang basah karena luka.


Untuk kamu. Untuk terbang, berubah menjadi sebuah kupu-kupu cantik, yang terbang mengitarimu. Aku mengambil resiko sebuah proses, sayang. Walaupun daur hidup kupu-kupu sangat singkat, walaupun setelah itu sayapku koyak, dengarlah.


Dengarlah kalau Tuhan sudah berbaik hati mengirimkan kamu untukku. Dengarlah bahwa kamu adalah tak terbatas.


Aku dan kamu adalah dua angka nol


Tetaplah bergenggaman, sayang. Karena ketika kita bersama, kita punya cinta yang tidak terbatas.




the Infinite, eight


Akhirnya aku bisa membiarkan malam berkunjung, tanpa ada embel-embel kabut galau. Yaa, butuh perjuangan berat memang.
Tapi terkadang ada saat-saat dimana aku teringat kamu. Seperti bergerak dengan dorongan alam bawah sadar, tanganku langsung mengetik namamu dalam halaman pencarian di situs twitter, dan

Voila! Segala update-an tentang mu langsung muncul.

Rasanya itu ibarat kamu sedang kegerahan di dalam angkot yang terjebak dalam kemacetan, setelah itu angkot melaju dengan kencang.
Angin segar dari jendela angkot langsung mendinginkan wajahmu.

Sama denganku. Rasanya angin segar langsung mengecup wajahku saat mendapat info terbaru tentang kamu.

Agak berlebihan memang, juga aneh. Di saat aku sudah memutuskan untuk mundur dalam misi PDKT dengan kamu, kenyataan tadi begitu menyedihkan, sebenarnya.
Ya, terlebih lagi ketika update-an yang aku lihat adalah tentang perasaanmu yang membuncah dan galau pada seseorang yang sangat spesial di hati kamu.

Ini makin menyedihkan.

Dan aku mulai menertawakan diriku sendiri (untuk yang kesekian kalinya, dalam konteks yang sama).

Aku sadar pada apa yang aku rasakan dan aku lakukan. Sebenarnya ini sangat bertolak belakang dengan tekadku untuk bisa benar-benar bersikap netral padamu.
Hal ini sering menjadi perdebatan alot dalam diri, terutama setelah aku melakukan kegiatan yang menyedihkan tadi.

Jujur, sebenarnya capek juga mikirin hal ini terus.

Mungkin.. ah bukan (tidak ada kata mungkin!).

Sekaranng lah saatnya untuk benar-benar berpindah dari kamu.

Berpindah bisa dioperasionalkan dengan

"tidak mengecek ­timeline kamu lagi dan tidak berlebihan membicarakan perasaanku ke kamu."

Errr.. It is quite hard, i think. But i really have to..


Ada bau manis yang menyeruak pagiku.
Aku berjingkrak-jingkrak keluar dari kamar mandi dengan sebuah handuk merah tipis yang melingkari tubuhku seadanya. 
Aku mencium bau hujan akan turun, namun tetap mengubek-ubek lemari bajuku dan menemukan warna merah muda di tumpukan baju.

Baiklah, hari ini merah muda nyala-nyala, dan waktu berjalan lebih santai dari biasanya. 
Kereta mengulur waktunya, bergerak lambat-lambat, akh, aku terlambat 15 menit, sepertinya. Tapi ternyata langkah-langkah kaki juga melambat, membiarkan hujan mengguyur dan menciumi bumi dengan nikmat. Dosen kelas baru masuk pukul 9 pagi, kelas asesmen klinis, dingin, dan mulai mengantuk. 
Aku tersenyum, hari ini aku sudah menelponmu pagi-pagi, dan aku masih bisa merasakan hangatnya suaramu di ujung telepon, membuka kembali kado berbungkus pink dan berpita besar. Akh, betapa di pagi seperti ini, aku ingin berguling lembut di tempat tidur dan memelukmu erat, menghabiskan waktu menciumi setiap inchi tubuhmu hingga lemas.

Tapi ternyata aku tersangkut disini, dan kamu disana, tapi kita selalu punya banyak hari-hari berdua. Sesak rasanya, karena aku masih bisa menciumi wangi lembutmu yang masih tersangkut di tiap inchi tubuhku.

Happy February 14th, honey. Masih ada happy February 15th, February 16th, karena setiap hari adalah hari-hari super spesial saat aku bersamamu.

*diam-diam ingin mencuri kecup pipimu

Semangkuk besar spicy chicken shinmen soup dihidangkan di meja kami. Duduk melingkar di tengah ramainya Bandung pada hari Sabtu apalagi yang mepet-mepet Valentine's Day ini, jalanan ke Paris van Java yang luar biasa macetnya, dan ramai, ugh, sangat, tidak menyurutkan langkah kaki kami untuk sampai ke tempat yang dituju.

Aku jadi teringat beberapa hari sebelumnya saat Nat uring-uringan dan aktif ber-ym ria untuk mengkonfirmasi deringan krang kring krang kring hotel mana yang mau di book, mulai dari kiara condong, pasteur, sampai ke dago, Vebe yang terus bertanya seperti Dora, "Mau kemana kita? Mau kemana kita? Mau kemana saja kita?" dan aku, si-yah-boleh-dibilang-Event-Organizer-acara-itu mendadak sakit parah, membuatku harus berpikir seribu kali untuk pergi ke Bandung, karena hari-hari sebelumnya aku sudah harus berguling-guling menahan perihnya lambung yang menjalar kemanapun sakitnya.

H-1, Jumat, aku masih tergeletak pasrah di rumah, lambungku masih meraung, sementara detak detik jarum jam berpacu cepat, meninggalkan aku di belakang dengan kebimbangan yang sangat. Maka pukul 6 sore, dengan menenggak obat lambung dan obat anti muntah, aku bertahan. Bertahan 3 jam duduk di bagian belakang bus Jakarta-Garut, smoking area yang panas, meringkuk, perempuan kecil yang bertahan sendirian demi mengajar bus tercepat ke Cileunyi, hanya ditemani sms khawatir nan baik hati nan bawel dari Robo.

Berkali-kali aku merenung, haruskah pergi? Ini sudah malam, namun serentetan janji telah dibuat, haruskah aku mengorbankan orang lain demi kepentinganku? Sementara aku telah mempersiapkan ini 3 minggu sebelumnya, bahkan Nat dan Vebe saja rela datang jauh dari Surabaya.

Jujur, aku sangat malas. Sudah malam, jauh, lelah. Aku sudah tidak berharap De Angelo akan menjemputku malam itu dan menginap bersama di jatinangor nan sempit itu. Waktu menunjukkan pukul 10 malam saat aku tiba disana, mendapati diriku memang benci tidur sendirian dan kecewa, karena hari itu dia sibuk, sibuk, dan super sibuk.

Namun tidak bisa berhenti tersenyum saat ia membuka pintu dan memelukku malam itu. Dia benar-benar, menyebalkan, karena dia membuatku menangis kesal, namun sambil tersenyum senang diam-diam, dia datang...

Hari Sabtu keesokan harinya, kami masih terkantuk-kantuk saat memenuhi janji membuat sushi dan salad, waktu bergulir hingga pukul 2 siang setelah aku dan De Angelo selesai membuat dan menyantap sushi itu bersama teman-teman kami tercinta.

Nat, Vebe, dan Flash sudah mengirim sms beberapa kali. 

Dimana? Dimana?

Maka kami melangkahkan kaki kami, eh, ban mobil itu, ke area Taman hutan raya Juanda di dago pakar, menikmati gelapnya goa jepang yang malas kami masuki, hutan pinus yang sangat sangat penuh dengan buah pinus, dan lelahnya bejalan kaki dengan sepatu yang cantik.

dan kami melemparkan diri kami menerobos macetnya jalanan Bandung yang super sempit, dan dipenuhi plat B, untuk tersenyum dan bersenang-senang, terpisah beberapa kali, sampai akhirnya bertumpuk jadi satu, memulai ceritanya masing-masing.

terima kasih 
Ligx, Vebe, Nana, Nat, Dimii,  Flash Heart, Uya, Ferro, Cleo.

Selamat bertemu kembali kapan-kapan teman-teman.
Terima kasih mau bertemu dengan kami.

Salam penuh cintaaaaaaaaaaaaaaaaaaa dimana mana 
Hujan dan De Angelo
jangan bosan melihat kami yang begitu penuh cinta.


Sluurp....
Tenggakan terakhir spicy chicken tersisa di ujung bibirku.
"Sayang, mie aku udah abissssssss...", aku merengek manja

Soalnya ku mau minta semangkuk lagi cinta

Ada penyakit tidak elit yang akhir akhir ini melanda kami.
Ya, bukannya berharap dapat penyakit yang lebih "elit" daripada ini sih, hanya saja aku bosan dengan penyakit ala anak kost-an ini.


Masuk angin.


Ya, baiklah, aku juga tidak akan membahas mengapa manusia bisa masuk angin dan bagaimana penyebabnya, karena pacarku bisa ngomel-ngomel nggak karuan kalau aku salah menyebutkan mekanismenya, hahaha...


Aku bosan. Iya. Bosan setengah mati dengan penyakit ini. Apa? Trapped wind? Enter the wind? Aku belum tahu penyakit ini bahasa Inggrisnya apa, atau apakah di Inggris ada penyakit ini.


"Say"
Ya..


"Aku sakit"
Sakit apa? Demam? Pusing? Mual? Udah makan? Jam berapa tidur tadi malam?


(Sudah panik setengah mati. Dia sakit. Dia sakit)


"Masuk angin"
... (speechless)


"Iya, pegel, pusing, mual, gak enak badan"
Ooh... (mulai datar)


"Say"
Iya, aku juga masuk angin.


"Yee... Sama aja, gimana sih"


Hah, yah, si calon dokter ku ini melirik setiap kali aku tanya kok calon dokter masuk angin melulu. Kadang-kadang, eh, seringkali aku berpikir, bosan juga ya dengan penyakit satu ini. Minum  air hangat, makan teratur, paracetamol, dan minum tolak angin (supaya pintar)


Bosan. Bosan. Bosan.
Ingin sekali-sekali pergi ke klinik dan bilang
"Dok, saya sakit. Masuk angin. Saya perlu obat."


Ah, sudah ah, gak enak badan nih, mual-mual, muntah..
Jadi nanti kalau ada yang tanya aku kenapa muntah-muntah, aku tinggal bilang


"Pregnant"
(hmm..sudah terdengar lebih elit belum ya?)


sembuh.sembuh.sembuh.
sembuh dong, bosan nih

In the living room