Aku tengah berjalan dalam sebuah lorong tak terbatas. Setidaknya, aku belum melihat dimana ujungnya. Di lorong tersebut aku melihat banyak sekali pintu. Pintu-pintu itu berwarna putih gading dengan gagang berwarna coklat keemasan.
Beberapa pintu bertuliskan angka, beberapa lagi penuh dengan nama, beberapa ditulis dengan kata-kata yang aku tidak pernah lihat sebelumnya, beberapa lagi rasanya sangat dekat denganku, namun tidak tahu apa.
Aku berupaya menyeimbangkan langkahku melewati lorong panjang yang suram. Kadang aku menempelkan telingaku di pintu-pintu tersebut, berharap mendengarkan sesuatu apapun, setidaknya menghilangkan rasa penasaranku terhadap isi dibalik pintu tersebut. Kadang-kadang aku mendengar suara angin, kadang badai, kadang-kadang aku mendapati tetesan air di sekitar pintu. Aku berjalan limbung.
Beberapa kali aku mencoba membuka pintu-pintu yang berbeda. ada pintu yang tidak bisa dibuka sama sekali, ada pintu yang setelah dibuka hanya menyisakan tembok tebal, seperti hendak menipuku, dan ada pintu dimana aku melihat pintu-pintu lain membentang tak terbatas, ada pintu dimana aku mendapati sebuah kaca yang besar memantulkan bayangan diriku. Dan hal itu membuatku sangat takut.
Ada sebuah pintu yang bersinar-sinar. Ada pintu yang menyisakan aura kegelapan.
Aku hanya berani mengintip. Mengintip salju, mengintip luka, mengintip api, mengintip padang rumput, mengintip rumah, mengintip laut, mengintip bintang, bulan, meja, kamar, kuburan.
Pada akhirnya aku menutup semua pintu itu dan berjalan menyusuri lorong.
Pintu-pintu itu adalah memori.
Memoriku.
Dan aku menutupnya rapat-rapat. Meski kadang beberapa tertinggal nganga di belakang, menarikku untuk kembali.
Aku...
Aku...
hanya ingin sekali pulang.
Aku...
Aku...
hanya ingin sekali pulang.
0 loves:
Posting Komentar