The Sky is High

It's just a box of pieces of a puzzle about a small circle of friends. It's about the lives, the loves, and the hopes. One by one, part by part. Hung up in the sky along with prayers. Until each of them can fly higher by itself. The Sky the Rain the Rainbow the Sun the Moon. All are talking in their own way. Carving their small footsteps in the history of time. And now each of them can really fly higher by itself, and leave this house one by one...

"Happy birthday, my first love~"

Selamat ulang tahun, sayangku. Lelakiku tersayang, lihat aku masih mengingat tanggal lahirmu. Kau tahu aku selalu merindukanmu, kan?

Lelakiku, maaf hari ini aku tidak mengirimimu ucapan ulang tahun tepat jam 12 malam, karena aku tahu, kamu bukan pemilik nomor handphone yang kuhafal luar kepala itu lagi. Dan aku tidak rela lelaki lain membalas pesanku sebagai dirimu. Tidak ada yang pernah sama, sayangku. Dan lelaki yang bernama Herman yang meng-add aku di facebook, hanyalah menyisakan jurang betapa kamu begitu sempurna di mataku.

Lelakiku yang tampan, lelakiku yang sangat aku cintai. Usiamu beranjak 21, aku membayangkan postur tubuhmu yang tegap merangkul tubuhku yang ringkih. Aku sedang menangis, sayang. Kamu pasti tahu. Kamu pasti mendengar. Tapi kamu tidak datang dan memelukku saat ini. Kamu tidak pernah memelukku. Kita hanya menatap langit-langit dan berharap bisa menangkap gema satu sama lain. Kita, atau aku saja saat ini, aku tidak tahu.

Aku sedang menangis, sayang. Menangis karena jatuh cinta. Jatuh cinta kepadamu menyisakan ketegaran dan pencarian tiada akhir pada sosokmu, sosok yang lebih darimu. Namun, ketika aku berhenti mencari dan berhenti berharap, sosok itu datang. Sosok yang bisa membuatku jatuh cinta, sekuat aku mencintai dirimu, mendekapku dengan cintanya yang meluap-luap.

Sayangku, ingat saat kita LDR Jakarta-Bandung dahulu? Aku sangat menyesal kita tidak pernah bertemu. Karena itulah aku menebus kesalahanku kali ini, aku selalu datang padanya, menembus kantuk yang menghinggapi kaca bus antar kota, untuk menemukan kembali genggam tangan yang erat dan penuh cinta, pada tangan yang selalu menunggu genggamku.

Sayangku, kamu pasti akan menghentikanku menulis jika kamu melihat tanganku gemetar menekan tuts keyboard yang mulai terasa asing. Akankah kamu menarikku ketika tulisanku sudah mulai berbayang ketika air mata ini menggenang?

Lelakiku yang beralis setebal ulat bulu, kamu tahu bagaimana sakitnya aku ketika berpisah denganmu? Bagaimana aku harus menanggung rasa pedihku berpisah dengan sosok yang aku cintai kali ini? Sosok yang tidak pernah melebihi dirimu karena ia sungguh berbeda denganmu, sosok yang kucuri tatapan matanya ketika lelap, kudekap tubuhnya untuk terus merasa hangat, kusita suaranya untuk mengecap manis bibirnya.

Sekarang ia pergi, sayang. Pergi karena aku mengejar sesuatu yang sangat aku sukai. Pekerjaanku. Pekerjaan impianku. Pekerjaan masa depanku. Aku egois, kah?

Aku mungkin akan mengulangi kesalahan yang sama dengan saat itu, sayang. Saat dimana aku memilih mengikuti ujian dibandingkan bertemu denganmu dan menonton film taxi, sebuah kesalahan yang membuat aku selamanya tidak pernah mampu meraba bibir merah mudamu.

Bagaimana harus kukatakan? Kalau aku harus mengundur jam pertemuanku dengan kekasih yang sangat aku cintai sekarang, demi membuat diriku merasa berharga, sekali lagi, dengan melihat kembali stopwatch, buku-buku tes, lembar jawaban, respon, wajah-wajah yang mungkin akan kutemukan di kampus ternama.

Bagaimana harus kukatakan bahwa aku sangat mencintai pekerjaanku, di sisi lain aku juga mencintainya, dengan cara yang berbeda? Bahkan aku rela tidak menerima sebuah kertas tanda pembayaran gaji untuk mengerjakan pekerjaanku sekarang. Jujur, aku sangat kecewa... Terkadang aku merasakan ia tidak mengerti pekerjaanku, impianku menjadi tester, menjadi seorang psikolog. Kadang-kadang ia kurasa terlalu memaksakan pemikirannya, tidak asertif, dan tidak mampu menerimaku apa adanya.

Namun kali ini, aku benar-benar sedih. Rasanya seperti membayangkan menjadi ibu rumah tangga yang terkungkung di balik isu gender yang selama ini aku tentang. Ilmuku akan hanya sampai bagaimana menjadi ibu rumah tangga yang baik, setebal buku 500 halaman, berisi teori tentang marriage, gender, menua, memahami orang lain, ketika pikiranku nantinya mulai digerogoti demensia. 4 tahunku terbuang cuma-cuma di mata kuliah teori, rasanya seperti seharusnya aku ikut kursus masak ala ibu-ibu rumah tangga, meronce, merajut, menyulam, mengasuh anak, suami, lalu mati. Kemudian ia datang dan memuji masakanku, meminta dipijat lelah bekerja, memberiku kartu kredit untuk berbelanja, kemudian menonton sinetron jika dia tidak ada, pergi jauh melaksanakan tugasnya, bercengkrama dengan orang lain dan berbagi pengetahuan, sedangkan aku akan berbicara pada dinding-dinding yang bertelinga, gosip ibu-ibu rumah tangga tentang si anu dan si itu. Sesuatu yang sudah bisa aku analisa lewat teori behavioral yang aku pelajari. Rasanya tangan dan kakiku sudah terantai habis saat aku menangis, sayang. Sudah kamu lihat amarah dalam kecewaku?

Sayangku, lelakiku. Bisakah kamu tetap mengatakan padanya bahwa aku mencintainya, bahkan sangat mencintainya, lebih dari dirimu? Bahwa aku rela mengorbankan waktuku, dan diriku, hanya untuk membeli jam dimana aku bisa berkumpul bersamanya, lebih darimu yang tak pernah kutemui?

Aku sedang berharap sambil menatap layar kaca telepon genggam di tanganku. Berharap semuanya baik-baik saja, berharap ada nomor yang aku kenal memanggilku dari seberang sana, berharap dia menelponku dan mengembalikan nada suaranya yang manja, mesum, genit, nakal, bijak, tampan, manis, ketus, dan berkata padaku.. "Sayang..."

Katakan padanya bahwa aku mencintainya meskipun ia membenci aku bekerja. Katakan bahwa keinginan aku bekerja sama dengan keinginannya menjadi dokter yang hebat diluar sana. Katakan bahwa aku sudah menggantungkan mimpi yang sama sejak lama. Mimpi yang aku sandingkan berdekatan dengan mimpiku bersama dirinya, selamanya.

tuhan yang sangat baik

terima kasih telah mengabulkan doaku, doa yang kubisikkan diam-diam di tengah kebaktian minggu yang kudatangi.

tuhan, aku percaya kamu masih mengingat doaku, karena doaku hanya satu itu saja, dan kuulang setiap kali aku datang kepadamu.
tuhan yang baik, sangat baik dengan dua jempolku teracung untuk memujimu. aku selalu datang ke hadapanmu untuk dua hal. meminta dan berterima kasih. terima kasih untuk waktu yang kamu berikan untuk kami, dan meminta waktu yang lebih lama lagi.
permintaanku tidak sulit bagimu, kan?
In nomine patris, et fili, et spiritus sancti. Amen.
___________________________________________
tuhanku yang maha pengasih lagi maha penyayang, jangan marah padaku.

Aku tidak pernah menduakanmu untuk tuhan lainnya, jadi jangan cemburu. aku tidak meminta apa-apa darimu karena aku telah memilikinya. maka, nikmat tuhan yang mana yang hendak aku dustakan?
tuhanku yang maha memberi pertolongan, aku sebenarnya selalu  merindukanmu. kadang-kadang aku ingin sekali bersandar di bahumu, justru  ketika aku sedang meminta kepada tuhan lainnya.

pada tuhan lainnya aku akan mengedip-ngedip manja meminta, kadang memelas atau menangis, tapi padamu, aku hanya akan diam dan mengatakan, “aku pulang”, dan kau hanya tahu aku pulang dengan kelelahan yang menumpuk di bahuku. yang paling aku rindu darimu adalah, ketika kau melihat ke arahku dan berkata, “cepat pulang”.
kau mungkin cemburu, tuhan. tapi aku tahu kau maha mengerti. Tuhan, kabulkanlah doaku.

Amin ya rabbal alamin.
___________________________________________
tuhan. aku bandel, ya? 

tapi, aku tengah mencari jalanku sendiri. aku tidak meninggalkan remah roti di jalan dalam perjalananku kali ini, sehingga aku tidak bisa kembali ke jalanku sebelumnya.

namun, beri aku jalan di depan, jalan kemana seharusnya aku melangkah. Untukku, jalanku kali ini adalah dengan berjalan berdua dengan orang yang sangat aku cintai.

Dan aku menyakini bahwa engkau mencintainya juga.

Terima kasih, tuhan.

In the living room