Aku ingin sekali keluar dari basa-basi drama menyedihkan ala keluarga. Ups, salah... ala Mama
aku masih ingat rasanya meringkuk dengan mata berair di atas ranjangku semalam, bersama kedua adikku yang tengah jengah, dalam 1 ranjamg yang sama. Bejejer layaknya ikan asin sedang dijemur. Mama berhasil menguras habis keinginan kami untuk bergerak, sehingga kami memutuskan untuk tidak melihat apapun, tidak mendengar apapun. Kami memutuskan untuk tidur.
Aku bisa saja berpaling dan benar-benar pergi. Impian seorang gadis kecil sepertiku adalah dibawa pergi dari rumah. Wussh... Hilang. Aku bebas.
Aku selalu suka bertengkar dengan Mama. Rasanya seperti badai. Aku suka. Ini lebih menyenangkan daripada harus naik Hysteria atau Tornado. Ini seperti sinetron dengan pemain protagonis terjebak dalam drama peperangan dua kubu antagonis.
Tapi bukan pada saat seperti ini. Saat aku harus diam meringkuk di kamarku setelah selangkah lagi bersiap memindahkan barangku ke kost-an yang baru. Wajahnya murka, seperti dewi Durga yang menginjak suaminya, Siwa.
Ini hanya membuatku semakin terluka. Aku harus menahan diriku agar tidak jadi gila. Meskipun aku sangat menginginkannya.
Aku hanya ingin tidur nyenyak di kamarku sendiri. Aku ingin merasa kesepian. Aku ingin pergi. Sangat ingin.
Aku meringkuk dan menghapus airmataku sendiri. Mama selalu marah jika aku menangis. Aku tidak mau menangis, aku tertawa. Dia lebih marah lagi. Aku diam, melemparkan tatapanku kepadanya. Tak bergerak. Dia semakin marah. Aku melemparkan tatapanku ke arah lainnya, dengan seulas senyum tipis. Dia menjadi-jadi.
Aku bangga. Di satu sisi aku sangat terluka.
0 loves:
Posting Komentar