The Sky is High

It's just a box of pieces of a puzzle about a small circle of friends. It's about the lives, the loves, and the hopes. One by one, part by part. Hung up in the sky along with prayers. Until each of them can fly higher by itself. The Sky the Rain the Rainbow the Sun the Moon. All are talking in their own way. Carving their small footsteps in the history of time. And now each of them can really fly higher by itself, and leave this house one by one...

Malam ini, setelah menghabiskan piring berisi satu slice super supreme pizza ukuran besar yang kami dapat secara GRATIS karena berhasil mengumpulkan 25 cap Pizza Hutm aku kembali terkena Sindrom Malas Pulang. Selain karena sudah malam, hujan menyapa, aku akhirnya merengek ke Sky agar aku diperbolehkan untuk tidak pulang dan ikut menginap di tempat Luna.

Sky, yang sudah siap dengan segala perlengkapan di tasnya untuk menginap di tempat Luna pun menggeleng. Aku mengerti, Mama sudah menelpon dari kemarin dan menanyakan kapan aku pulang. Ujian tengah semester yang maha dahsyat membuatky harus menginap seminggu full di tempatnya, Blessing in disguise.

tapi bukan itu intinya. Intinya aku mau ikut tapi Sky menggeleng. Aku tau dia paling tidak suka kalau plan-nya diubah mendadak. A real planner seperti dia berbanding terbalik dengan aku yang shockingly flexible; a real plin planner. Aku bujuk dia dengan segala bujuk rayu segala susuk; dari susuk keledai dan kedelai sampai susuk kuda liar. Ia menggeleng, dan aku jadi BETE. Aku batalkan niatku untuk menginap! Aku mau pulang! SEKARANG!


Angin hujan dan petir. Di luar hujan deras disertai angin dan kilat menyambar. Seperti hatiku dan hatinya. Kami bertengkar setelah sesi makan lingkarbianglala. Hanya karena akhirnya Sky mengizinkan aku menginap di tempatnya atau aku menginap di tempat Luna sendirian. Aku maunya menginap di tempat Luna bersama dia. Titik, tanpa koma. BETE, kami berdua jadi sama-sama BETE.

Jam berputar. Kembali handphone berdering mengingatkan hal yang sama, Maag-ku kambuh, aku kedinginan. Aku akan pulang dengan sakit hati, sakit maag, kantuk yang tak tertahankan, dam ransel superberat berisi beberapa potong baju, jeans, dan laptop. Sempurna.

Aku terduduk dan SKy memarahiku habis-habisan. Memarahiku karena tidak membiarkan dia membawakan tasku yang berat, marah karena aku mau ngotot pulang dalam keadaan sakit. Dia memutuskan untuk membatalkan janjinya untuk menginap dengan Luna. Dia memintaku untuk tinggal di tempatnya sehari lagi, Dia begitu perhatian. Diantara marahnya aku menatap lengkung bibirnya, Aku sungguh ingin menciumnya saat itu juga. Tapi aku masih dalam garis besar BETE.


Aku sebenarnya ingin, tapi aku tidak bisa menginap kali ini. Kugelengkan kepala, sekarang nada marahnya berubah menjadi nada membujuk. Ketika itu tidak berhasil, ia menggantikannya dengan kalimat "Aku antar kamu pulang, aku ikut kamu pulang"


Aku bukan menggeleng lagi, aku menolak.


Bukan karena aku tidak ingin, atau aku tidak suka.


Membayangkannya saja membuatku miris ingin menangis. Membayangkan ia mengantarku naik kereta, memegangi tasku yang berat, merangkulku di kereta yang penuh sesak, tetap berdiri menjagaku dan mempersilakan aku duduk sambil mengecek apakah aku baik-baik saja. Turun dari kereta dan naik bis bersamaku. Lalu mengantarkan aku pulang, melepasku ketika jarak rumah tinggal beberapa meter dari tempatnya. Dia akan kembali menaiki bis ke stasiun kereta, dan harus menaiki kereta yang berkali-kali lipat lebih penuh sesak dari kereta pergi.

Benar, dia memang bukan idaman seperti My exes yang senantiasa mengantarku dengan mobil, memesankan taxi, atau mengendarai motor besar yang keren. Benar sekali, dia tidak bisa mengemudikan kendaraan bermotor. Tapi sekarang harusnya kalian tahu mengapa aku lebih mencintai dia berkali lipat.

Aku dan dia melenggang ke stasiun kereta. Dalam hujan yang masih rintik dan gigilku berselimut hangat jaketnya. Langkahku melambat di setiap becekan. Stasiun sudah di depan mata, dan kereta Ac pun melintas. Aku tidak mampu mengejar kereta itu dalam keadaan begini!

Kereta selanjutnya?

1,5 jam lagi. Aku tidak mungkin menunggu selarut itu. Baru saja aku memutuskan untuk menginap, handphone berdering, mengulang perintah, dengan cara berbeda, aku disuruh pulang naik BIS

Apa? Naik bis? Aku belum pernah pulang naik bis! Kembali aku berharap Sky tidak usah mengantarku. Bis memakan waktu 2 kali lipat lebih lama daripada kereta yang hanya memakan waktu 30 menit. Menunggu bis di bawah hujan rintik sambil terus berharap dia membatalkan niatnya mengantarku. Namun dia menyuruhku diam, dia telah memutuskan. Maka ketika bis itu datang, aku benar berharap dia tidak menaikkan kakinya ke bis tersebut bersamaku.

Sepanjang jalan di bis, aku menangis sambil menyandarkan kepalaku di bahunya. Dia menyuruhku beristirahat sementara dia memantau jalan yang kami lalui. Padahal, dia belum tidur cukup hanya 2 jam karena kemarin bab yang harus kami baca sangatlah banyak. Aku menangis. Aku sedih karena dia ikut. Memikirkan bagaimana saat dia kembali dan begitu kelelahan, tapi juga menangis terharu, karena ia begitu penyanyang dan penyabar, serta begitu perhatian.

Aku tertidur pulas di bahunya sementara bis melaju. Genggaman tangannya terasa hangat, bahkan sampai saat terakhir dia melepasku untuk kembali karena telah mengantarkan aku. Menaiki bis yang berbedam menaiki kereta yang sangat penuh sesak, dan ketika suarnaya bergema di telepon dan mengatakan kalau dia sudah sampai dan sempat-sempatnya menyuruhku mandi agar badanku tidak gatal-gatal dan bisa beristirahat. Aku menangis semalaman. Aku menangis bahagia. Sky, maafin aku ya. Makasih ya. I love you. All my heart, dan Tuhan, sungguh ciptaanMu yang satu itu begitu sempurna buatku.

2 loves:

Aku tidak sehebat itu, Dear... Aku hanya sayang kamu... Maaf, ya, aku semakin gampang marah akhir-akhir ini...

Ampunnnnnnnnnnnnnnnn... romantisnya... alahaimak..... cinta itu berbicara dan bertindak dengan ''cinta''.... :)

In the living room