Bosan karena melihatku belum sempat menulis lagi?
Tulis saja sendiri!
"Happy birthday, my first love~"
Selamat ulang tahun, sayangku. Lelakiku tersayang, lihat aku masih mengingat tanggal lahirmu. Kau tahu aku selalu merindukanmu, kan?
Lelakiku, maaf hari ini aku tidak mengirimimu ucapan ulang tahun tepat jam 12 malam, karena aku tahu, kamu bukan pemilik nomor handphone yang kuhafal luar kepala itu lagi. Dan aku tidak rela lelaki lain membalas pesanku sebagai dirimu. Tidak ada yang pernah sama, sayangku. Dan lelaki yang bernama Herman yang meng-add aku di facebook, hanyalah menyisakan jurang betapa kamu begitu sempurna di mataku.
Lelakiku yang tampan, lelakiku yang sangat aku cintai. Usiamu beranjak 21, aku membayangkan postur tubuhmu yang tegap merangkul tubuhku yang ringkih. Aku sedang menangis, sayang. Kamu pasti tahu. Kamu pasti mendengar. Tapi kamu tidak datang dan memelukku saat ini. Kamu tidak pernah memelukku. Kita hanya menatap langit-langit dan berharap bisa menangkap gema satu sama lain. Kita, atau aku saja saat ini, aku tidak tahu.
Aku sedang menangis, sayang. Menangis karena jatuh cinta. Jatuh cinta kepadamu menyisakan ketegaran dan pencarian tiada akhir pada sosokmu, sosok yang lebih darimu. Namun, ketika aku berhenti mencari dan berhenti berharap, sosok itu datang. Sosok yang bisa membuatku jatuh cinta, sekuat aku mencintai dirimu, mendekapku dengan cintanya yang meluap-luap.
Sayangku, ingat saat kita LDR Jakarta-Bandung dahulu? Aku sangat menyesal kita tidak pernah bertemu. Karena itulah aku menebus kesalahanku kali ini, aku selalu datang padanya, menembus kantuk yang menghinggapi kaca bus antar kota, untuk menemukan kembali genggam tangan yang erat dan penuh cinta, pada tangan yang selalu menunggu genggamku.
Sayangku, kamu pasti akan menghentikanku menulis jika kamu melihat tanganku gemetar menekan tuts keyboard yang mulai terasa asing. Akankah kamu menarikku ketika tulisanku sudah mulai berbayang ketika air mata ini menggenang?
Lelakiku yang beralis setebal ulat bulu, kamu tahu bagaimana sakitnya aku ketika berpisah denganmu? Bagaimana aku harus menanggung rasa pedihku berpisah dengan sosok yang aku cintai kali ini? Sosok yang tidak pernah melebihi dirimu karena ia sungguh berbeda denganmu, sosok yang kucuri tatapan matanya ketika lelap, kudekap tubuhnya untuk terus merasa hangat, kusita suaranya untuk mengecap manis bibirnya.
Sekarang ia pergi, sayang. Pergi karena aku mengejar sesuatu yang sangat aku sukai. Pekerjaanku. Pekerjaan impianku. Pekerjaan masa depanku. Aku egois, kah?
Aku mungkin akan mengulangi kesalahan yang sama dengan saat itu, sayang. Saat dimana aku memilih mengikuti ujian dibandingkan bertemu denganmu dan menonton film taxi, sebuah kesalahan yang membuat aku selamanya tidak pernah mampu meraba bibir merah mudamu.
Bagaimana harus kukatakan? Kalau aku harus mengundur jam pertemuanku dengan kekasih yang sangat aku cintai sekarang, demi membuat diriku merasa berharga, sekali lagi, dengan melihat kembali stopwatch, buku-buku tes, lembar jawaban, respon, wajah-wajah yang mungkin akan kutemukan di kampus ternama.
Bagaimana harus kukatakan bahwa aku sangat mencintai pekerjaanku, di sisi lain aku juga mencintainya, dengan cara yang berbeda? Bahkan aku rela tidak menerima sebuah kertas tanda pembayaran gaji untuk mengerjakan pekerjaanku sekarang. Jujur, aku sangat kecewa... Terkadang aku merasakan ia tidak mengerti pekerjaanku, impianku menjadi tester, menjadi seorang psikolog. Kadang-kadang ia kurasa terlalu memaksakan pemikirannya, tidak asertif, dan tidak mampu menerimaku apa adanya.
Namun kali ini, aku benar-benar sedih. Rasanya seperti membayangkan menjadi ibu rumah tangga yang terkungkung di balik isu gender yang selama ini aku tentang. Ilmuku akan hanya sampai bagaimana menjadi ibu rumah tangga yang baik, setebal buku 500 halaman, berisi teori tentang marriage, gender, menua, memahami orang lain, ketika pikiranku nantinya mulai digerogoti demensia. 4 tahunku terbuang cuma-cuma di mata kuliah teori, rasanya seperti seharusnya aku ikut kursus masak ala ibu-ibu rumah tangga, meronce, merajut, menyulam, mengasuh anak, suami, lalu mati. Kemudian ia datang dan memuji masakanku, meminta dipijat lelah bekerja, memberiku kartu kredit untuk berbelanja, kemudian menonton sinetron jika dia tidak ada, pergi jauh melaksanakan tugasnya, bercengkrama dengan orang lain dan berbagi pengetahuan, sedangkan aku akan berbicara pada dinding-dinding yang bertelinga, gosip ibu-ibu rumah tangga tentang si anu dan si itu. Sesuatu yang sudah bisa aku analisa lewat teori behavioral yang aku pelajari. Rasanya tangan dan kakiku sudah terantai habis saat aku menangis, sayang. Sudah kamu lihat amarah dalam kecewaku?
Sayangku, lelakiku. Bisakah kamu tetap mengatakan padanya bahwa aku mencintainya, bahkan sangat mencintainya, lebih dari dirimu? Bahwa aku rela mengorbankan waktuku, dan diriku, hanya untuk membeli jam dimana aku bisa berkumpul bersamanya, lebih darimu yang tak pernah kutemui?
Aku sedang berharap sambil menatap layar kaca telepon genggam di tanganku. Berharap semuanya baik-baik saja, berharap ada nomor yang aku kenal memanggilku dari seberang sana, berharap dia menelponku dan mengembalikan nada suaranya yang manja, mesum, genit, nakal, bijak, tampan, manis, ketus, dan berkata padaku.. "Sayang..."
Katakan padanya bahwa aku mencintainya meskipun ia membenci aku bekerja. Katakan bahwa keinginan aku bekerja sama dengan keinginannya menjadi dokter yang hebat diluar sana. Katakan bahwa aku sudah menggantungkan mimpi yang sama sejak lama. Mimpi yang aku sandingkan berdekatan dengan mimpiku bersama dirinya, selamanya.
terima kasih telah mengabulkan doaku, doa yang kubisikkan diam-diam di tengah kebaktian minggu yang kudatangi.
tuhan, aku percaya kamu masih mengingat doaku, karena doaku hanya satu itu saja, dan kuulang setiap kali aku datang kepadamu.
___________________________________________
tuhanku yang maha pengasih lagi maha penyayang, jangan marah padaku.
___________________________________________
tuhan. aku bandel, ya?
Aku tengah berjalan dalam sebuah lorong tak terbatas. Setidaknya, aku belum melihat dimana ujungnya. Di lorong tersebut aku melihat banyak sekali pintu. Pintu-pintu itu berwarna putih gading dengan gagang berwarna coklat keemasan.
Aku...
Aku...
hanya ingin sekali pulang.
Aku merapikan rambutku yang menjuntai sampai ke punggung lewat kaca spion mobilnya. Kami baru saja sampai di sebuah Hotel bernama Grand Paradise. Malaikat tersayangku, membukakan pintu dan meminjamkan tangannya untuk membantuku turun. Udara lembang yang dingin terkalahkan dengan indahnya pemandangan hotel ini. Klasik, elegan, anggun.
Aku langsung menyukai tempat ini. Kami tengah melakukan survey untuk honeymoon kami yang entah sudah keberapa kali. Aku langsung mengangguk setelah disambut gerbang dengan pahatan dua dewa di kanan kirinya. Paradise. Tepat. Ini seperti surga.
Jalanan menurun dihiasi patung penyangga lampu. Malaikatku merangkul pinggangku sambil sesekali menatapku dengan tatapan cintanya. Jemariku menyusuri lekukan patung-patung yang terpahat di dinding. Agak kasar konturnya, namun konsepnya sudah baik
Menyusuri bagian dalam, menapaki satu tangga ke bawah, aku mendapati sebuah ruang makan, restauran. Dinding-dindingnya dihiasi berbagai pahatan: Da Vinci salah satunya. Langit-langitnya dihiasi berbagai lukisan. Meja panjangnya bening dengan hiasan pasir dan pernak-pernik laut. Kami dihidangkan dua gelas jus strawberry segar dengan selasih. Sementara kami duduk dan memesan makanan, angin bertiup dari sebelah kiri, tempat dimana kami bisa menikmati air terjun yang beradu dengan batuan. Aku makin menyukai tempat ini.
Tepat sebelum mushroom soup disajikan ke mejaku, aku mengecup bibir malaikatku dengan lembut. Dia mengedipkan mata menggodaku. Pipiku panas. Aku malu.
Tepat sebelum matahari tenggelam, kami menuruni satu tangga lagi. Terhampar taman yang indah, serta kolam renang beserta perosotan peluncur yang tinggi. Di dalamnya terdapat kolam air panas. Lampu mulai dinyalakan. Tempat itu mulai terasa remang. Aku berdiri tepat dibawah sebuah patung yang sangat besar. Menengadah, menyaksikan sebuah patung besar yang aku tidak tahu namanya. Bukan chimera, bukan griffin, bukan sleipnir. Patung berbadan naga itu menjulang dari atas seperti merayap ke bawah. Berkepala kuda, berkaki bebek. Berwarna kuning keemasan dengan beberapa sisik naganya kehitaman. Cantik sekali
Well planned, baby. Can't wait till that day come.
Good night, Freya Valkyrie. Your love for Loki is no longer exist.
Good night, Freya. No need to settle down your heart looking for Brisingamen.
Good night Lady Freya, war is nowhere but your head, war is nowhere but your heart.
Good night, thank you for your help, I love every inch of you, as I love mine.
But Milady, heart is nowhere but in my beloved's.
I am my beloved's and my beloved is mine
dan... bagaimanapun aku marah padanya, entah kenapa aku tak pernah bisa melepaskan ia dari pelukku.
Tuhan, aku mau berdoa
Tuhan, aku ingin punya imam. Aku ingin punya imam saat aku bersujud kepada-Mu, saat aku mengangkat kedua tanganku dan menundukkan kepalaku saat berdoa, dan saat aku mencium tangan lembutnya sebelum melipat sajadahku. Atau saat menciumi kepala anak-anakku yang masih belajar mengeja A-Ba-Ta
Tuhan, aku ingin bangun sahur lebih awal untuk memasakkan makanan untuk suamiku dan anak-anakku. Aku ingin sibuk menyiapkan tajil sebelum suamiku pulang kerja, dan saat anak-anakku sibuk berebut remote TV menonton film kartun kesukaan mereka.
Aku ingin bisa melihat mereka manyun kelaparan saat melihat detak-detik jam yang melambat. Ingin menyiapkan sajadah sebelum mereka berlarian menuju masjid di dekat rumah untuk tarawih.
Ingin membangunkan mata-mata kecil yang menahan kantuk pada jam 3 pagi, dan menyuapi mereka perlahan-lahan, sampai menidurkan mereka kembali ke kamarnya masing-masing.
Aku ingin menemani mereka mengangkat bahan makanan --beras, minyak, mi, gula, kecap,
yang setiap tahun dibagikan untuk mengajarkan mereka berbagi dengan tulus dari rumah ke rumah.
dan mengajak mereka membuat kue kering, sambil mengganggu mereka dengan tepung dan gula di dekat pipi mereka yang bulat.
Aku mau mengajak mereka mengisi ketupat, meskipun beras berserakan dimana-mana, dan membangunkan pagi-pagi untuk menyantap makanan sebelum sholat ied berlangsung.
Aku akan menggandeng mereka pulang, dan membiarkan mereka mencicip kue lebaran satu per satu, setelah mereka menciumi kedua orangtuanya dan meminta maaf, seraya aku membelai lembut rambut mereka dan menciuminya tak henti.
Tuhan....
aku tak ingin mengamini doaku sendiri.
Luka di tangan karena pisau, luka di hati karena kata
Akh, aku payah.
Aku lebih senang ditampar daripada harus mendengar kata-kata kasar.
Puasa-buka-ngen***-besoknya puasa lagi.
Berasa suci aja.
Munafik.
Piaraan-piaraan kamu.
Kamu harusnya malu.
Muak.
Kamu memang... artis.
Silakan olahraga ranjang bersamanya.
Good job, go get him, play with his d*ck
Kamu ga ada usaha. Lagi-lagi.
Maaf aku ga denger. Mungkin maknyanya ketutup sama segala jawaban dan argumen kamu.
Kamu ga perlu tau
Ngajak aku ke dance floor, dan aku mabok, ga tau lagi ngapain. Atau ngajak aku ke kamar.
Bullshit.
Putusin aja
Bajingan
dan ketika semua kata-kata itu keluar dari bibir seseorang yang selalu aku sayang...
rasanya seperti...
entahlah...
Kalender di meja kerjaku sudah melapuk. Ah, sudah berapa lama aku tidak memeriksanya?
Bulan Juli sudah datang, waktu sudah terlalu lama mempermainkan aku rupanya...
Badai bulan Juni sudah berlalu. Mungkin beberapa tanaman akan koyak. Mungkin beberapa bahkan sudah tidak terselamatkan
atau mungkin beberapa benih akan tumbuh setelah dibawa badai jauh kemana
Aku ingat kalender harian di rumamu, kalender kertas zaman dulu dimana kamu harus menyobek halamanya setiap pergantian hari.
Sudah setahun, dan aku berupaya masih dengan setia menyobek rindu yang makin hari makin menumpuk dengan pekerjaan setumpuk.
Kamu ingat bunyi gemuruh yang tiba-tiba datang di tengah siang yang terik?
Rasanya seperti rindu yang bisa tiba-tiba menusukmu dari belakang.
Kamu hanya diam, membiarkannya menancap perlahan sembari merasakan perihnya perlahan.
Mungkin aku bisa mati karena merindumu.
Hanya karena merindumu.
Sudah setahun berlalu, sayang.
Apakah aku jadi lebih pemarah?
Apakah aku terlihat lebih cuek?
Atau kamu tidak bisa menemukan alasan kenapa aku menarik di matamu?
Apakah rasa melapuk seperti kertas kertas yang makin bertumpuk?
Atau tidak ada hal-hal kecil yang manis setiap hari?
Atau aku hanya tidak mengerti apapun tentangmu?
Mungkin aku tidak secantik waktu pertama kita bertemu, setahun lalu?
Aku menekan-nekan kepalaku yang berdenyut. Berapa lama lagi aku harus menahan tangis ketika harus melambai pergi dari pelukanmu?
Sayang, ini bukanlah surat yang sempurna yang dibangun dengan kata-kata mutiara.
Aku tidak bisa.
Tidak bisa tidak mencintaimu.
Setahun lalu, genggam yang berbeda, cinta yang sama, bahkan lebih besar setiap harinya
sudah berapa lama aku kehilangan otak?
seharusnya dia terbang, seharusnya dia pulang
karena sayapnya sudah gerah bersarang
Ah, sudah berapa lama aku tidak berotak?
Sudah berapa lama dia tidak berontak?
sudah berapa lama aku membiarkan dia,
aku tahu apa yang selama ini membuatku kaku.
Aduh, aku tertampar. Merasa tertampar.
Lukaku tidak seberapa dibanding lukanya.
Halo, sayap-sayap putih gading yang luar biasa. Lihat, sayapmu sudah tumbuh menjulang ke angkasa.
Saya undur diri, mungkin katamu ini adalah sebuah drama.
dan saya harus belajar realita, kalau-kalau saya hanya tempat persinggahan sementara.
Bulan ini aku diuji dengan setumpuk makalah dan ujian tertulis super parah di akhir semester, ditambah kompre, dimana aku harus mempertanggung jawabkan alat ukur layaknya mempertanggung jawabkan skripsi di depan 2 dosen penguji. Ini adalah ujian nomer 1.
Karena kamu selalu mengirim doa dari ujung sana yang selalu masuk lewat getaran HP ketika aku sedang ujian.
"ALL THE BEST!" katamu.
Karena aku sempat mencuri waktu mepet sebelum ujian dengan belajar dan mengulang2 bahan saat kamu pergi kuliah dan meninggalkanku sendirian di kamar.
Merenung.
Eh, membaca slide, merangkum, mengulangnya, bahkan di bus perjalanan pulang ke jakarta. Hal itu adalah kompensasi aku yang melarikan diri ke tempatmu untuk menemuimu, sih.
Kamu tidak mungkin lupa dengan kecemburuanmu dengan lelaki yang pernah aku taksir waktu SMP ini dan mulai mendekati aku sekarang-sekarang ini.
Oknum yang satu ini memang cool, baik, perhatian, dan bikin kamu pusing kepala kalau aku lagi wawancara dengan dia, lagi jalan, dijemput atau makan dengan dia.
Karena setiap kali bertemu dengannya, aku membahas pacarnya, atau pacarku, yang sudah dia lihat fotonya di Facebook, ketika aku menulis in a relationship with you, di facebook asli, ya sudahlah.
Dan jangan pusing pusing kepala, aku suka flirting tapi tidak suka dia karena dia tidak bisa menulis Immediate dengan menggantinya dengan Immadiate, dan banyak kesalahan penulisan bahasa Inggris lainnya, luntur deh coolness and kindness nya.
Lagipula, kalo aku jalan-jalan sama dia, aku jalan untuk nyariin headset bluetooth buat kamu, beliin buku kuliah buat kamu, terus kamu kamu kamu kamu kamu dehhhh.
Mungkin karena aku terlalu sexy, darling. (Kecup kamu ahhh).
Dengan lelaki satu ini yang kualitasnya oke punya.
Tapi ooh sayangku, dia memang sering sms aku untuk bilang semangat ujian ini itu, tapi tidak ada yang mengalahkan dahsyatnya kegantenganmu dan caramu yang berbeda untuk memberiku semangat.
Jadi aku lulus ujian nomer 3 nih yaaaa...
Ujian nomer 4 yang paling berat adalah Kangen.
Rindu.
Iya, bayangkan betapa sibuknya dan berbedanya jadwal ujian kita sehingga kita tidak bisa bertemu.
Ah, aku kan rindu pelukmu, kecup lembutmu, kamu.
Ujian nomer 4 paling berat karena kita terbiasa untuk bertemu minimal 2 minggu sekali.
Nah, kalau tidak bertemu lebih dari itu?
Huaaa. Aku kangen. Ini mah tidak bisa lulus ujian kalau begini.
Karena aku tidak mau, lebih baik lolos saja minimal.
Aku tidak lulus ujian nomer 4 dengan sempurna.
BUK! Aku merebahkan diri di tempat tidur setiap melihat ke tumpukan tugas yang tak kunjung usai dan tidak berniat kukerjakan. Badanku lemas melihat modem Speedy yang rusak, dan laptop yang cenat-cenut.
Aku menutup mata. Membayangkan kalau jari-jemari ini masih punya waktu untuk menciumi keyboard dan mengetik dengan otomatis. Ah, heaven!
Tapi aku tau aku tidak boleh melewatkan hari untuk kembali menulis. Kalau tidak, ya, seperti ini. Menumpuk seperti lemak di perut..... Aaaaaaaaaaaaaaaaa.....
Aku bingung harus bercerita dari mana. Pokoknya romantis sampai aku kehabisan kata-kata! (alasan)
Kamis itu, hari ulangtahunku. Aku sudah mewek, membayangkan kamu yang datang terlambat, atau bahkan tidak bisa datang. Bukan.... Aku bukan anak manja yang ingin sekali dan mewajibkan pacarnya datang di hari ulang tahunku. Tapi.... aku sudah berjanji dan mem-book ruangan klinis untuk tugas asesmen tes Rorschach yang jarang sekali boleh melibatkan orang luar.. Dan aku sudah menjanjikan teman-temanku akan mendapatkan partisipan super spesial dari Fakultas Kedokteran, pacarku!
Aaah, tahukah kamu, sayang? Aku rasanya ingin menangis saat teman-teman KAUP ku membelikan blueberry cheesecake dan menyanyikan lagu selamat ulang tahun. Baru kali itu aku merasa sangat sedih, ternyata diam-diam aku berharap kalau kamu sudah tiba.
Aku menggelung malas. Kuhabiskan waktu berkumpul di ruangan penuh dengan skripsi dan tesis di perpustakaan. Bercerita. Tertawa. Berharap.
Sebelum akhirnya kamu muncul dan membuatku beku. Literally Freezing!
Gila.
Siapa yang tidak bengong dan bingung ketika melihat pacarnya ternyata bekerjasama dengan teman-temannya dengan sempurna?
Kamu datang dengan sebuah kue dengan lilin berangka 2 dan 0, sekuntum bunga mawar merah yang merekah, dan memetik gitar memainkan lagu "Best in Me"
AKU BERHENTI BERNAFAS!
dan yang bisa aku lakukan hanyalah menepuk-nepuk pipiku, memastika aku masih hidup dan tidak bermimpi, sambil berlari ke arahmu dan memelukmu super duper erat di depan teman-temanku. Masih di ruang skripsi dan tesis perpustakaan. Dasar gila!
Ya, dan kita berhasil membuat teman-temanku iri, dan galau... Hahaha....
Ya, kamu seperti pangeran tampan luar biasa sempurna yang datang untuk menculikku hari itu, dengan kuda putih.... emmm.... mobil deh, dan membawaku pergi. Yay!
Next Destination : Bandung!
Aku tidak tahu harus berkata apa lagi selain puja puji syukur diberikan hari libur yang panjang.
20th birthday,
dan 10 montliversary
aku hanya berucap syukur akan cinta yang begitu besar yang sudah diberikan kepadaku, dan kepada kami berdua, sehingga aku tidak meminta apapun selain kebahagiaan orang-orang yang aku sayangi.
Fiuuuuuh...
Dalam tiupan lilin dan doa samar-samar, aku melihat dunia tersenyum
(Amin)
Sewaktu kecil, aku senang sekali bermain lego. Tumpukan semakin tinggi, dan semakin kuat. Namun yang aku bangun hanya itu-itu saja. Benteng, pagar, benteng, pagar, benteng, pagar.
Ya, aku membangun batas-batasku sendiri. Membuatnya sekokoh mungkin, membuatnya setinggi mungkin.
Aku susun supaya terlihat indah dari luar, berwarna warni, menarik. Cantik. Padahal di dalam, aku tengah menambal lorong-lorong yang hampir rubuh. Menahan dinding yang hampir luruh. Dan menangis.
Aku benci menangis. Meskipun aku seringkali gagal menahan bulir air mata meluncur turun dari pipiku. Menetes, atau bahkan membanjir. Dalam diam. Aku berusaha menangis dalam diam. Menelan sesenggukan. Menelan semua suara.
Dan malam ini aku luruh. Seperti tumpukan stacko yang tinggi sekali,
namun kemudian rubuh.
Aku kembali menangis. Dalam diam.
Kadang-kadang aku takut menangis. Eh, seringkali. Aku dipaksa diam, terpaksa diam, kemudian terbiasa diam.
Aku hebat, aku hebat, aku hebat, karenanya... tidak boleh menangis.
Aku keras kepala.
Aku egois
Aku...
Aku....
Kembali membangun tumpukan bata, menjadi benteng, pagar, benteng, pagar.
Sampai akhirnya aku benar-benar menangis.
Rindu.
Sangat rindu.
Maka aku membangun sebuah pintu,
dan jendela.
dan aku bersembunyi di balik tirai, dan berharap.
Ketuklah, ketuklah, ketuklah dan datanglah.
Carilah, carilah aku.
Aku rindu, sangat rindu.
Aku merobohkan semua bangunan benteng dan pagar, benteng dan pagar.
Sekarang hanya ada aku, sebuah pintu, dan sebuah jendela.
Aku rindu, Aku rindu.
Maaf, aku harus membukakan pintu.
Karena hanya dia yang membawa kuncinya.
Sembilan bulan.
Aku masih menyelinap diam-diam ke kamarmu,
masih mengendap diam-diam ke mimpimu,
dan masih diam-diam bersembunyi di balik selimutmu.
Sembilan bulan.
Aku sudah merelakan mimpi-mimpi kecilku
aku masukkan mimpiku ke dalam botol kaca,
membekukannya ke dalam lemari es.
Sembilan bulan.
AKu sudah mengikat diriku sendiri,
dengan sebuah pita merah yang manis,
tinggal memasukkan diriku dalam sebuah kotak,
dan mengirimnya ke tempatmu.
Aku masih merayu malam,
datang lebih cepat,
dan pergi lebih lambat.
Karena aku ingin sekali memelukmu erat-erat.
p.s :
Terima kasih untuk boneka pandanya, sayang
dan untuk doa-doa yang menemaniku saat ujian!
Offline - Not available - Invisible
Beberapa bulan lalu, ia pergi tanpa memberi kabar atau kata perpisahan. Padahal, dulu ia berjanji akan memberi tahu kapan ia akan pergi dan akan tetap mengirimk kabar selama ia berada di Negeri Kincir Angin.
Maka aku, yang ditinggalkan tanpa sepatah katapun, memulai hidup dengan tema baru : GALAU. (ya, bold-italic-underline)
Selama ia menghilang, aku tetap mengirim pesan padanya lewat facebook.
Sekarang, aku masih tetap mengajak bicara simbol lingkaran s
p.s :Ditulis untuk B.S.
Selamat ulang tahun, anggota paling keras kepala di lingkarbianglala. Well, yah, kita satu sama, dimii.
Ingat bagaimana caranya kita bertemu kembali?
Yah, harusnya kita berterima kasih pada jabatan ketua yang akhirnya kembali menyatukan kita setelah perang panas selama setahun terjadi. Aku menyumpah nyumpah kesal ketika Arco bilang kamu adalah ketua bidang lainnya, dan artinya, kita memang harus sering bertemu dalam rapat singkat luar biasa para tetinggi. Dan aku, menurunkan egoku untuk turut memberimu ucapan selamat, kepada ketua baru, dan sapaan klise, semoga kita bisa bekerja sama.
Hey, sudah tua rupanya dirimu, baby sun. Tapi aku akan tetap memanggilmu baby. I know you so well, dim. Tingkahmuuuu ituuu masih kayak anak ABG. Labil syndrome disorder dan Galau random disorder!
Akh, aku belum sempat membelikanmu hadiah, memberikanmu kejutan kejutan kecil di hari ulang tahunmu ini. Tidak bisa juga membungkuskan perempuan itu dengan pita cantik untuk ku kirim ke tempatmu. Tapi please, dim... Tahun ini jangan lupa traktir aku!
Dimii the baby sun. Selamat ulang tahun, selamat bergalau ria memenuhi tahapan perkembangan Erik Erikson, mencari intimacy, mencari love.
Semoga kita bisa terus mendinginkan kepala seperti ini, meskipun kita sudah melepaskan jubah kebesaran kita dan melengserkannya pada dua anak perempuan yang berbeda.
Tetaplah hidup dengan cengiran paling khas dirimu. Dan itu, itu tangan tak usah disilangkan di depan dada. Bukalah sedikit ruang untuk orang lain datang. Aku ingin memelukmu dan menepuk-nepuk kepalamu. Dasar anak kecil yang paling seru untuk di bully.
Delapan bulan adalah simbol cantik keabadian sempurna. Melingkar tak putus, beralur tak henti.
Delapan buatku adalah angka Tuhan, karena tiada mula, tiada akhir, maka kupinjam angka ini untuk melengkapi garis-garis waktu, untuk menghitung kebaikanNya yang tak terbatas, untuk ada bersamamu hingga saat ini.
Akh, sayang. Aku bisa melihat raut raut cemas yang terbaca, ada terjal-terjal yang teraba. Kata-katamu terbata.
Tidak usah payah kau redam, cinta. Aku bisa melihatnya.
Dan setiap kali kamu bertanya, "Kok tahu?"
Aku akan selalu menjawab, "Masih istrimu, sayang. Aku tahu"
Kemarilah, sudah lama aku tidak memelukmu lama-lama seperti semalam. Mendekapmu dalam hangat sambil mengelus lembut kepalamu.
aku ingin bercertia tentang sesuatu. Tentang seikat benang. Berwarna merah.
Red string of Fate.
Tentu kamu tahu ceritanya, sayang? Tentang seutas benang yang diikatkan ke jari kelingking masing-masing. Takdir. Jodoh. Semuanya.
Namun aku tak pernah mengikatnya padamu.
Aku tahu kamu tidak akan asal berasumsi bahwa aku tidak cinta. Tidak akan mengeluh karena aku tidak lagi mengikatnya padamu seperti yang kulakukan pada Sky.
Mari kuceritakan dulu, dan aku tau kamu pasti mau mendengarkan.
Benang itu, red string of fate, pernah kuikatkan begitu keras di jari kelingkingku yang mungil. Benang itu terpisah jarak yang panjang, sehingga benang itu sangat panjang, sehingga seringkali ia tersangkut disana-sini.
Kami kewalahan untuk mengurainya. Begitu kusut, begitu sulit dijangkau, begitu rentan putus. Maka ketika benang itu benar putus, sangat sulit bagiku menggulungnya, yang ternyata telah mengikat tubuhku, membungkusku sedemikian rupa.
Benang merah harapan yang paksa dirajut, menjadi sebuah kepompong, menjadi kosong.
Tahukah betapa nyamannya aku di dalam pupa? Kamu tak perlu mendengar suara yang memekakkan telinga, kamu tak perlu melihat cahaya yang menyilaukan mata, kamu bisa membangun kerajaan besar tempat kamu bisa tertidur pulas dan bermimpi indah.
Tapi untuk bersamamu sayang, aku menyiapkan diriku untuk terbang, dan untuk jatuh. Terbang dengan segala resiko untuk dimangsa, untuk melihat, untuk mendengar, dan untuk berubah.
Aku melepaskan benang yang lama kelamaan melekat seperti kulit, melepaskannya satu persatu dengan sekuat tenaga, mengoyak kerajaan mimpi dalam kepompong yang tebal, merobeknya, memaksa keluar dengan tubuh yang basah karena luka.
Untuk kamu. Untuk terbang, berubah menjadi sebuah kupu-kupu cantik, yang terbang mengitarimu. Aku mengambil resiko sebuah proses, sayang. Walaupun daur hidup kupu-kupu sangat singkat, walaupun setelah itu sayapku koyak, dengarlah.
Dengarlah kalau Tuhan sudah berbaik hati mengirimkan kamu untukku. Dengarlah bahwa kamu adalah tak terbatas.
Aku dan kamu adalah dua angka nol
Tetaplah bergenggaman, sayang. Karena ketika kita bersama, kita punya cinta yang tidak terbatas.
Akhirnya aku bisa membiarkan malam berkunjung, tanpa ada embel-embel kabut galau. Yaa, butuh perjuangan berat memang.
Tapi terkadang ada saat-saat dimana aku teringat kamu. Seperti bergerak dengan dorongan alam bawah sadar, tanganku langsung mengetik namamu dalam halaman pencarian di situs twitter, dan
Voila! Segala update-an tentang mu langsung muncul.
Rasanya itu ibarat kamu sedang kegerahan di dalam angkot yang terjebak dalam kemacetan, setelah itu angkot melaju dengan kencang.
Angin segar dari jendela angkot langsung mendinginkan wajahmu.
Sama denganku. Rasanya angin segar langsung mengecup wajahku saat mendapat info terbaru tentang kamu.
Agak berlebihan memang, juga aneh. Di saat aku sudah memutuskan untuk mundur dalam misi PDKT dengan kamu, kenyataan tadi begitu menyedihkan, sebenarnya.
Ya, terlebih lagi ketika update-an yang aku lihat adalah tentang perasaanmu yang membuncah dan galau pada seseorang yang sangat spesial di hati kamu.
Ini makin menyedihkan.
Dan aku mulai menertawakan diriku sendiri (untuk yang kesekian kalinya, dalam konteks yang sama).
Aku sadar pada apa yang aku rasakan dan aku lakukan. Sebenarnya ini sangat bertolak belakang dengan tekadku untuk bisa benar-benar bersikap netral padamu.
Hal ini sering menjadi perdebatan alot dalam diri, terutama setelah aku melakukan kegiatan yang menyedihkan tadi.
Jujur, sebenarnya capek juga mikirin hal ini terus.
Mungkin.. ah bukan (tidak ada kata mungkin!).
Sekaranng lah saatnya untuk benar-benar berpindah dari kamu.
Berpindah bisa dioperasionalkan dengan
"tidak mengecek timeline kamu lagi dan tidak berlebihan membicarakan perasaanku ke kamu."
Errr.. It is quite hard, i think. But i really have to..
Ada penyakit tidak elit yang akhir akhir ini melanda kami.
Ya, bukannya berharap dapat penyakit yang lebih "elit" daripada ini sih, hanya saja aku bosan dengan penyakit ala anak kost-an ini.
Masuk angin.
Ya, baiklah, aku juga tidak akan membahas mengapa manusia bisa masuk angin dan bagaimana penyebabnya, karena pacarku bisa ngomel-ngomel nggak karuan kalau aku salah menyebutkan mekanismenya, hahaha...
Aku bosan. Iya. Bosan setengah mati dengan penyakit ini. Apa? Trapped wind? Enter the wind? Aku belum tahu penyakit ini bahasa Inggrisnya apa, atau apakah di Inggris ada penyakit ini.
"Say"
Ya..
"Aku sakit"
Sakit apa? Demam? Pusing? Mual? Udah makan? Jam berapa tidur tadi malam?
(Sudah panik setengah mati. Dia sakit. Dia sakit)
"Masuk angin"
... (speechless)
"Iya, pegel, pusing, mual, gak enak badan"
Ooh... (mulai datar)
"Say"
Iya, aku juga masuk angin.
"Yee... Sama aja, gimana sih"
Bosan. Bosan. Bosan.
Ingin sekali-sekali pergi ke klinik dan bilang
"Dok, saya sakit. Masuk angin. Saya perlu obat."
Ah, sudah ah, gak enak badan nih, mual-mual, muntah..
Jadi nanti kalau ada yang tanya aku kenapa muntah-muntah, aku tinggal bilang
"Pregnant"
(hmm..sudah terdengar lebih elit belum ya?)
sembuh.sembuh.sembuh.
sembuh dong, bosan nih