Beta. Begitu awalnya aku menyebutnya. Nama belakang Sky aku tambahkan kemudian ketika aku merasa dia agak mirip denganku: sering sekali tidur, diam, kadang iseng, tapi tidak suka menyerang duluan. Sayangnya, mungkin sikapnya yang terakhir itu yang membuatnya keras-kaku begitu cepat. Usianya baru dua bulan sepuluh hari. Dia mati.
Awalnya, dia hidup dengan tenang dalam satu kandang bersama saudara kembarnya, Alfa dan Gamma. Namun, setelah usia satu bulan terlewati, jenis kelamin yang sama mendorong insting bersaing keluar dari dalam dirinya. Sibling-rivalry yang cukup parah dimulai ketika Alfa mulai menyerangnya hingga pada akhirnya aku harus membeli kandang baru untuk memisahkan mereka. Setelah Beta tersingkir, Alfa pindah menyerang Gamma. Mereka pun akhirnya harus dipisahkan.
Namun, atas nama prokreasi, dan demi mengingat minimnya dana yang tidak memungkinkan aku untuk membeli kandang baru, akhirnya Gamma aku masukkan ke kandang Beta-Sky, sedangkan dia aku coba satukan dengan seekor jantan yang juga aku pisahkan sebulan sebelumnya karena diserang betinanya. Di antara ketiga saudara kembar, Beta memang satu-satunya yang diterima tanpa serangan oleh si jantan.
Sayangnya, hal ini tidak berlangsung lama. Sekitar sebulan setelah disatukan, entah kenapa mereka berkelahi hingga saling melukai. Padahal, sebelumnya tidak pernah demikian. Karena masih belum bisa membeli kandang baru, aku akhirnya menggunakan sebuah majalah bekas yang agak tebal untuk memisahkan keduanya di dalam kandang yang sama. Setelah dua hari, aku menyingkirkan pemisah tersebut, dan ternyata mereka tidak saling-serang lagi. Namun, dua hari kemudian, kejadian berulang sehingga aku akhirnya memasang pemisah yang sama kembali.
Namun, rupanya hamster memang hewan yang pintar. Dalam waktu singkat, Beta berhasil menemukan cara untuk melintasi pemisah tanpa aku ketahui. Hasilnya, saat pulang ke kost-an di malam hari dan ingin meberi mereka makan, aku malah menemukan Beta-Sky yang sedang terluka parah di sisi kandang si jantan. Kedua matanya tertutup rapat, lekat karena luka. Tubuhnya terbaring miring dan berdarah. Hidungnya koyak. Pemisah tetap berdiri tegak, tidak rusak. Aku stress.
Akhirnya, dengan menggunakan wadah bekas Popmie goreng, aku membawa Beta ke kost-an Luna untuk dirawat intensif. Beberapa waktu belakangan ini, para hamster memang cenderung lebih menurut pada Luna daripada aku. Malam itu, kami berusaha menyuapi Beta dengan air dan makanan karena ia tidak mau atau mungkin tidak sanggup melakukannya sendiri. Kami juga membersihkan lukanya dengan usapan cotton bud yang dibasahi air. Beberapa waktu kemudian, Beta-Sky mulai bisa membuka kedua matanya dan berjalan meskipun masih lemah. Dia melangkah pelan dan bersembunyi di antara kaki yang sedang kulipat duduk sila. Lalu, dia tidur.
Aku dan Luna senang melihat keadaannya yang mulai membaik. Kami pikir, sedikit-banyak, dia mulai sembuh. Sayangnya, kami salah. Setelah diistirahatkan semalaman di dalam wadah Popmie, nyawanya tidak tertolong lagi. Beta-Sky telah kaku ketika aku cek paginya. Masa hidupnya telah habis.
Luna menangis. Aku belum. Aku masih sempat menelepon untuk mengabari Hujan. Dia juga terisak di telepon. Aku masih belum. Aku merasa sedih tetapi tidak merasa ingin menangis. Namun, saat akhirnya aku menyentuh dan membelai bulu di tubuh kakunya, aku menangis. Airmataku mengalir lebih banyak dan cepat daripada Luna. Raungku lebih keras daripada isak Hujan. Akan tetapi, Beta-Sky memang sudah tidak bergerak lagi.
Saat itu tanggal 24 Juli pagi hari. Aku dan Luna akhirnya menguburkannya malam hari setelah aku pulang mengajar.
Selamat jalan Beta-Sky-ku sayang. Maaf, ya, aku tidak merawatmu dengan lebih baik. Maaf, ya. Maaf... Maaf...
July 30th, 2010
00.04 P.M.