Aku sebenarnya tidak pernah berniat menge-post ini. Aku pikir ini adalah hal pribadi antara aku dan Hujan. Namun, kasihan juga dengan dia yang harus menghadapi pertanyaan orang-orang (mengingat aku lebih jarang online). Maka, pagi ini, kuketikkan kata demi kata yang mungkin tidak akan kalian suka. Kalian mungkin akan menganggap aku gila, curang, egois, atau sekedar bodoh. Tidak apa-apa. Aku akan terima semuanya. Namun, aku harap, setelah post ini, kalian mau mencoba mengerti dan berhenti meminta aku dan Hujan untuk kembali menjadi kekasih.
And the story goes...
Hari itu, ketika aku mendapati Hujan menemui orang itu, yang berarti berani melanggar laranganku meskipun telah tahu konsekuensi dari semuanya adalah putusnya hubungan kami, aku marah. Tidak. Aku murka. Aku memutuskannya dengan cara yang menurutku baik: Aku datang ke hadapannya yang terlihat sangat terkejut akan kehadiranku, lalu mengucapkan selamat tinggal. Aku tidak peduli dia mengejarku di tempat umum.
Namun, ketika akhirnya kami tiba di kamar kost, aku mengamuk. Aku mencoba menolak permohonannya dengan kata-kata yang telah diwarnai amarah. Ketika aku tidak tahan, dan dia tetap berusaha memohon, menangis, membuatku muak, aku menamparnya. Aku mendorongnya. Aku bahkan menendangnya. Aku menyakiti hati dan fisiknya. Pertama kalinya dalam hidupku, aku mengamuk dan berbuat sekasar itu pada orang lain.
Itu bukan pertama kalinya kami bertengkar. Baik karena aku, ataupun karena Hujan. Kalau kalian mengatakan aku kejam, ya. Aku kejam. Aku kejam setelah berkali-kali aku memaafkan dan memberi kesempatan baginya untuk mengakhiri segalanya. Setelah berkali-kali aku berusaha bersabar, tetapi semua terasa sia-sia. Pada detik itu, aku sungguh mengimani kata-kataku sendiri: I take no rebound. Aku benar-benar tidak ingin kembali bersamanya.
Namun, aku tipe yang tidak bisa marah berlama-lama. Setelah beberapa jam, pada malam di mana sorenya aku memutuskan dia, aku sudah memaafkannya. Dari dasar hati aku memaafkannya. Namun, untuk langsung balik? Aku pikir tidak semudah dan sesederhana itu.
Apakah aku masih mencintainya? Ya. Apakah aku ingin baikan dan balikan dengannya? Itu juga ya. Akan tetapi, aku pikir, baik dia ataupun aku tidak akan belajar apa-apa jika setiap kali hal seperti ini berulang, kami kembali lagi dan kembali lagi dengan gampang. Jika semudah itu, hal-hal serupa akan terulang lagi dan terulang lagi, mungkin hanya dengan sedikit improvisasi. Semua sakit hati akan kembali. Jujur, aku tidak siap dan belum sanggup mengulangi semua rasa sakit sampai ingin mati itu.
Perlu ada jeda. Perlu ada rasa tersiksa. Perlu ada kesempatan berpikir pun mengevaluasi segalanya. Perlu ada saat di mana masing-masing dari kami berusaha berdiri di atas kaki sendiri, dan menopang hati sendiri. Agar suatu saat, jika memang kami memutuskan untuk kembali, ataupun memulai hubungan di tempat lain dengan orang lain, kami sudah siap. Siap untuk kemungkinan sakit hati lagi. Siap untuk kemungkinan harus benar-benar berdiri sendiri. Juga siap menahan dan mengontrol diri untuk berusaha tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Aku percaya kata-kata Hujan bahwa aku yang paling dia cintai. Percaya pada kata-katanya bahwa dia tidak ingin mengulangi semua yang membuat kami sakit hati. Aku tahu, dia pun percaya bahwa aku masih mencintainya, mungkin sampai aku benar-benar mati. Namun, situasi dan kondisi terlalu pintar menjebak manusia. Dan ketika semuanya terjadi, tidak mudah menjalani janji meskipun dalam hati kita tidak ingin semua sakit itu datang lagi.
Di sisi lain, cintaku yang terlalu besar pada Hujan membuatku tidak mampu begitu saja mengacuhkan airmata dan kata maafnya. Maka, aku pun menarik kembali kata-kata "I take no rebound" itu. Meskipun demikian, keyakinanku bahwa perlu ada konsekuensi besar untuk belajar dan siap menghadapi sesuatu yang besar pula membuatku memberikan syarat yang sangat sulit bagi Hujan.
Okay, People, here are the terms and conditions...
1. Aku ingin mencoba menjalin hubungan dengan orang lain. Aku ingin coba menjalin hubungan dengan orang lain yang katanya juga mencintai aku, dan melihat apakah dia akan melakukan hal yang sama dengan yang dilakukan Hujan. Apakah cinta memang berarti terbukanya kemungkinan untuk sedemikian tertarik dengan orang lain hingga bisa melakukan tindakan menyakiti orang yang dicintai berulang kali.
2. Jika setelah aku memiliki pacar baru Hujan mau kembali, besar kemungkinan aku akan menerimanya. Namun, sebelum aku memiliki pacar lagi, dia tidak boleh kembali.
Syarat itu memang sulit. Beberapa orang mungkin merasa semua ini adalah tindakan balas dendam. Kalian boleh menyebutnya begitu. Namun, menurutku ini lebih merupakan konsekuensi dan pembelajaran. Tidak mudah bagi Hujan membiarkan dirinya diduakan oleh orang yang sangat dia cintai, dan aku ingin dia mengetahui rasanya. Kenapa? Bukan karena aku ingin menyakiti, melainkan agar dia berpikir beribu-ribu kali ketika akan mengulangi semuanya, bahkan jika ketika itu kekasihnya bukan lagi aku.
Hal lain yang membuat syarat itu makin sulit adalah, bagaimana caranya menemukan orang yang mencintaiku, tetapi mau saja diduakan jika Hujan ingin kembali? Yah, kemungkinan tidak menemukan orang seperti itu membuat aku dan Hujan berusaha untuk move on:,bersiap menjalani hidup sendiri-sendiri, tidak sebagai kekasih, untuk waktu yang lama.
Apa? Sudahkah kalian menganggapku kejam, curang, dan egois? Nah, kalau kalian sudah mengerti, atau setidaknya sudah tahu, tolong, berhenti meminta kami balik lagi. Kalau kami kembali menjadi kekasih hanya karena permintaan orang lain, itu artinya kami tidak saling mencintai. Itu artinya aku dan Hujan tidak saling menghormati dan menghargai usaha satu sama lain untuk bangkit dan move on.
So, would you please have some respect on our decision...?
January 28th, 2010
10.47 A.M.