The Sky is High

It's just a box of pieces of a puzzle about a small circle of friends. It's about the lives, the loves, and the hopes. One by one, part by part. Hung up in the sky along with prayers. Until each of them can fly higher by itself. The Sky the Rain the Rainbow the Sun the Moon. All are talking in their own way. Carving their small footsteps in the history of time. And now each of them can really fly higher by itself, and leave this house one by one...


Whoosh... Pesawat kertas itu meluncur turun dari lantai 2 Depok Town Square, tidak terbang jauh, menukik, jatuh, dan terinjak.

Setahun, setahun sejak kita menutup buku, menghisap semua senyuman dan bahagia yang disusun bersama. Dikunci, ditutup rapat, dengan seribu satu kode yang tak terpecahkan. 
Lihat, lihat! Kita bahkan menyimpan seyum, canda, dan tawa. Tapi kita lupa menyimpan sakit dalam box yang berlipat ganda itu. Sehingga, kita lupa caranya bahagia bahkan saat hanya bertatap muka.

Langit merah, Sky
Aku selalu takut dengan langit yang berwarna merah. Langit yang merah, menghantuiku jika aku belum juga sampai di rumah, langit yang panas, langit yang penuh polusi dan debu, bukan langit senja malu-malu, hanya langit merah, langit refleksi api dan darah.

Tahukah kamu?

Aku sering bersembunyi dari langit yang berwarna merah, melirik tiap waktu seperti hampir terbakar.

Dan ternyata, langit merah memang mampu membakar.

Sky, ingat dompet coklat Planet Ocean-ku yang baru saja hilang? 
Mungkin itu persembahan dan perayaan untuk satu tahun kita berpisah. Semua foto kita, hilang, tidak tersisa sedikitpun setelah sekian lama aku mengumpulkannya dalam satu tempat.

Ingat kartu Mario Card yang bertuliskan inisial namaku, Freya? Kamu pasti tidak akan lupa, bagaimana aku berjam-jam jejingkrakan bermain game itu sementara mainanmu Time Crisis 4, dan aku sibuk mendapatkan piala-piala kecil sampai stage akhir. Ya, kartu itu hilang juga, kok.

Lengkap sudah.

Perayaan kita dirayakan oleh kebetulan kebetulan yang nyata.
Kita berubah, aku tahu, hanya jangan sampai aku melihat tirus di wajahmu yang sudah sangat kurus.

Sky yang sangat kusayangi. Aku tau kamu tak akan mengingat tanggalan esok hari, kalau perlu kamu buang jauh-jauh dari kalender, kamu bakar, biar aku yang meramunya dan mengingatnya seperti pesawat terbang kertas yang kuhembus.

Bahwa aku mampu melewati hari tanpamu, mengular melewati jembatan panjang, menyinggahkan hatiku ke stasiun yang lebih besar, ke tempat dimana aku bisa meletakkan hatiku dengan nyaman.

Sungguh, ini bukan ritual, ini juga tidak sakral. Aku hanya tidak bisa membencimu, hanya hati kita sudah sama-sama luka dan nganga untuk saling jatuh cinta. Aku sudah menghapus mimpi, janji, meniupnya lepas terbakar di langit merahmu.



The End.
hanya saja aku tidak bisa melupakanmu.




Keretaku tidak lagi pernah berhenti di stasiun itu, lagipula kita sudah sama-sama meninggalkan kenangan.

Kemarin, luka itu nganga, pada orang yang berbeda. Aku tersenyum, mengingat kisah lama kita.

Sky, langit merah.
Seperti katamu yang menyuruhku pergi dan melaju ke stasiun berikutnya.
Aku telah menitipkan hatiku, yang tidak merah sempurna, yang tidak lagi rata, kepada seseorang yang tetap mau menerimanya dengan lapang dada dan sukacita, merentangkan tangannya lapang-lapang saat aku memberikan hatiku yang penuh gurat kepadanya dan menangis.

Dan dia, De Angelo.
Dia hanya menghapus air mataku dan memelukku erat, dan berkata:

"Tidak apa-apa sayang, justru karena itu aku memilihmu, karena kamu sudah dewasa, sudah mau memahami, dan sudah mampu belajar."

1 loves:

cieeee, yang sudah dewasa, sudah mau memahami, dan sudah mampu belajar..

bersamamu... AKU BAHAGIA.

In the living room