Aku mengetikkan kembali kata cinta yang selama ini hanya tertelan begitu saja. Begitulah, kadangkala cinta membuatku kesal karena ia tak terdefinisi. Sedangkan aku, aku butuh kata untuk tetap dapat mengada.
Ada berapa tetes senja yang mampir ala kadarnya di pelupuk mata, tiba-tiba menggenang layaknya matahari yang hendak tenggelam, di matamu. Sedang malam belum juga selesai mempersiapkan dirinya menutup jingga, aku sudah harus gegas.
Aku masih harus menempelkan bintang-bintang nani malam, menghitung hujan dan menutup tirai gelap di pangkuan.
Jangan bersedih sayang, ada banyak kecupan yang aku simpan di saku celanamu. Kalau-kalau nanti kamu merindukanku, dan bibir merah mudaku.
Lihat sayang, tengadah ke langit. Aduh, sayapmu menguning perlahan karena hujan dan panas sedang bermain-main dengan girang. Lihat, bulu-bulu sayapmu berjatuhan, rontok perlahan.
Aku bersungut-sungut memunguti helai demi helainya. “Kalau begini, sayapmu bisa habis dan kamu tidak lagi bisa terbang!”
Akh, kamu malah tersenyum. Senyum yang selalu ingin aku bawa pulang. “Tidak apa, lagipula sekarang aku tidak butuh sayap”
“Tidak ada malaikat yang tidak butuh sayap. Tidak ada malaikat yang tidak punya sayap.”, kataku sambil cemberut.
Dia menarik tubuhku mendekat dan berbisik.
“Ada! Aku...”, katanya sambil mengelus rambutku yang terurai sampai bahu. Matanya meredup. “Malaikat butuh sayap untuk terbang. Seperti halnya burung-burung itu. Tapi dia juga butuh tempat untuk pulang. Untuk bersarang. Dia terbang untuk mencari dimana letak hatinya. Maka ketika dia menemukannya, dia tidak akan terbang. Ia akan duduk bersamamu dan berjalan bergandengan tangan. Ia akan menunggu di tempatmu pulang.”
Aku memamerkan senyum termanisku. “Kamu tetap harus terbang. Kamu harus membantu aku berjinjit-jinjit memasang hujan diantara teriknya siang. Mikail tetap harus terbang, harus tetap menurunkan hujan. Aku akan tetap menunggu disini, menunggu sampai tets-tetes itu kembali jatuh ke bumi, dan menunggumu, pulang.”
Maka kujahitkan helai demi helai sayapnya yang berwarna putih gading. Membiarkannya terbang. Menantinya pulang.
Untuk malaikat penurun hujanku,
Michael(angelo(ve)).
Tetaplah terbang. Cepatlah pulang.
Ada berapa tetes senja yang mampir ala kadarnya di pelupuk mata, tiba-tiba menggenang layaknya matahari yang hendak tenggelam, di matamu. Sedang malam belum juga selesai mempersiapkan dirinya menutup jingga, aku sudah harus gegas.
Aku masih harus menempelkan bintang-bintang nani malam, menghitung hujan dan menutup tirai gelap di pangkuan.
Jangan bersedih sayang, ada banyak kecupan yang aku simpan di saku celanamu. Kalau-kalau nanti kamu merindukanku, dan bibir merah mudaku.
Lihat sayang, tengadah ke langit. Aduh, sayapmu menguning perlahan karena hujan dan panas sedang bermain-main dengan girang. Lihat, bulu-bulu sayapmu berjatuhan, rontok perlahan.
Aku bersungut-sungut memunguti helai demi helainya. “Kalau begini, sayapmu bisa habis dan kamu tidak lagi bisa terbang!”
Akh, kamu malah tersenyum. Senyum yang selalu ingin aku bawa pulang. “Tidak apa, lagipula sekarang aku tidak butuh sayap”
“Tidak ada malaikat yang tidak butuh sayap. Tidak ada malaikat yang tidak punya sayap.”, kataku sambil cemberut.
Dia menarik tubuhku mendekat dan berbisik.
“Ada! Aku...”, katanya sambil mengelus rambutku yang terurai sampai bahu. Matanya meredup. “Malaikat butuh sayap untuk terbang. Seperti halnya burung-burung itu. Tapi dia juga butuh tempat untuk pulang. Untuk bersarang. Dia terbang untuk mencari dimana letak hatinya. Maka ketika dia menemukannya, dia tidak akan terbang. Ia akan duduk bersamamu dan berjalan bergandengan tangan. Ia akan menunggu di tempatmu pulang.”
Aku memamerkan senyum termanisku. “Kamu tetap harus terbang. Kamu harus membantu aku berjinjit-jinjit memasang hujan diantara teriknya siang. Mikail tetap harus terbang, harus tetap menurunkan hujan. Aku akan tetap menunggu disini, menunggu sampai tets-tetes itu kembali jatuh ke bumi, dan menunggumu, pulang.”
Maka kujahitkan helai demi helai sayapnya yang berwarna putih gading. Membiarkannya terbang. Menantinya pulang.
Untuk malaikat penurun hujanku,
Michael(angelo(ve)).
Tetaplah terbang. Cepatlah pulang.
2 loves:
Love this post! ^__^
Emg bener. Cinta gak harus selalu mengikat. Cinta akan lebih kokoh ketika membiarkan pasangan terbang bebas menggapai apa yang dia mau gapai.
Namun tetap, ketika dia kelelahan, selalu ada tempat untuknya untuk pulang dan beristirahat. ^__^
This is a beautiful way of loving. Salut buat kalian berdua. ^__^
...karna kapal yang berlayar telah berlabuh dan ditambatkan...
engkaulah satu..
pelabuhan sayapku..
tambatan hatiku..
kekasih jiwaku..
Hujan ~
Posting Komentar