Laba-laba black widow mempunyai struktur tubuh yang berbulu dan lebat, serta warna pekatnya yang hitam menyelimuti tubuh dan 8 kakinya.
Sekian penjelasan tentang laba-laba hitamnya, lalu dimana gelar janda – widow diberikan?
Jelas karena laba-laba ini menjadi janda, literally. Laba-laba ini bertahan hidup saat mengandung, dengan memakan protein yang tinggi untuk anak-anaknya, ya, suaminya sendiri. Mari kita lihat dari sisi heroiknya, laba-laba hitam yang rela mengorbankan dirinya untuk memenuhi kebutuhan istrinya. Sudah kelihatan heroiknya, belum? Kalau sudah, mari kita beralih ke versi dasarnya. Laba-laba black widow yang tidak tahu berterima kasih, bahkan menjadikan suaminya menjadi santapan lezatnya ketika dia sedang menginginkannya, supaya anak-anaknya tetap hidup.
Sungguh dibalik hal tersebut terdapat kebesaran Tuhan Maha Agung: rantai makanan yang tak putus. Sari pati dan makanan disantap lebah, lalat, dan kumbang. Ketiganya disantap dalam jebakan laba-laba. Laba-laba disantap oleh istrinya sendiri.
Mungkin saya agak ekstrem. Namun mari diaplikasikan ke dunia nyata, karena manusia lebih ekstrem lagi daripada laba-laba. Adakah kawan-kawan yang merelakan pasangannya, demi hidup bersama laki-laki dan membuat suatu kreasi luar biasa yang disebut anak?
Baik. Baik. Cukup ofensif, saya mengerti, mari dibalik lagi.
Adakah kawan-kawan yang merelakan suami dan anak-anaknya, demi hidup bersama perempuan untuk kebahagiaan dirinya?
Kawan, mari kembali ke rantai makanan. Akankah kita menjadi manusia yang tidak bermartabat dengan cara saling tikam, saling santap, saling bunuh dengan label tujuan maha dahsyat, kebahagiaan? Akh, mari sedikit berteori, sebelum saling berkonspirasi. Kebahagiaan adalah menyadari apa yang kita miliki sekarang, mensyukurinya, dan berbuat kebaikan untuk sesama.
*sumpah ini bukan kata-kata saya, ini kata-kata perempuan heroik saya. Dia memang lihai menampar saya dengan kenyataan